Presiden dan DPR Didesak Segera Evaluasi Panglima TNI

Dimas Jarot Bayu
25 September 2017, 18:19
Jokowi Natuna
Biro Pers Setpres
Presiden Jokowi berbincang dengan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kasau Marsekal TNI Agus Supriatna.

Beberapa kalangan mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR segera mengevaluasi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Hal ini menyusul pernyataan Gatot terkait pemesanan 5.000 senjata ilegal oleh lembaga nonmiliter dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo.

Pernyataan Gatot disampaikan saat pertemuan internal bertajuk forum silaturahmi bersama para purnawirawan TNI di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (22/9). Pertemuan itu dihadiri Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Endriartono Sutarto, Jenderal (Purn) Widodo AS, dan Laksamana (Purn) Agus Suhartono.

Direktur Imparsial Al-Araf mengatakan pernyataan Gatot tidak tepat dilontarkan seorang Panglima TNI. Selain itu, hal ini juga tidak sejalan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Intelijen. 

Gatot menyebut informasi yang disampaikanya merupakan bagian dari hasil penyelidikan intelijen. Menurut Araf, informasi intelijen seharusnya langsung disampaikan kepada Presiden, bukan ke publik. "Hakikat dari informasi intelijen sesungguhnya bersifat rahasia, sehingga langkah Panglima TNI menyampaikan informasi intelijen ke publik jelas tindakan salah dan keliru," kata Araf dalam keterangan persnya, Senin (25/9).

Araf menilai informasi intelijen yang disampaikan Gatot memiliki tingkat keakuratan yang lemah. Padahal prinsip kerja intelijen itu seharusnya velox et exactus (cepat dan akurat). Apalagi langsung ada bantahan resmi dari Menteri Koordinator Wiranto, bahwa informasi yang ada hanyalah pengadaan 500 pucuk senjata laras pendek buatan PT Pindad (Persero) oleh Badan Intelijen Negara (BIN) untuk keperluan pendidikan intelijen.

Masalah keakuratan ini bukan hanya persoalan miskomunikasi. Lebih dari itu, menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam sikap dan tindakan Gatot serta dunia intelijen dalam menjaga kerahasiaan dan akurasi data. "Langkah Panglima TNI menyampaikan informasi intelijen di depan publik dan bukannya kepada Presiden seperti diatur dalam UU intelijen, merupakan bentuk fetakompli, berdimensi politis, menimbulkan polemik, serta dapat menggangu situasi keamanan itu sendiri," kata Araf.

(Baca: Pemerintah Pinjam Rp 15,2 Triliun untuk Beli Senjata di 2018)

Araf juga menilai pernyataan Gatot yang mengancam akan menyerbu Kepolisian jika membeli senjata penembak tank keliru, tidak tepat, berlebihan, dan menyalahi UU TNI. Alasannya, TNI dalam negara demokrasi merupakan alat pertahanan negara. Pengerahan kekuatan militer hanya bisa dilakukan oleh Presiden, sesuai pasal 3 ayat (1), Pasal 7 ayat (2) dan (3), pasal 17 ayat (1) jo 19 ayat (2) UU TNI. 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...