BPK: Penerimaan Negara Hilang Rp 12,9 T Akibat Kesalahan Cost Recovery
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kehilangan penerimaan negara sebesar US$ 1,17 miliar atau sekitar Rp 15,79 triliun dari sektor minyak dan gas bumi (migas). Temuan itu berdasarkan pemeriksaan atas pendapatan negara dari perhitungan bagi hasil migas tahun 2015 pada SKK Migas dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS)
Dalam pemeriksaan itu, BPK menemukan dua faktor yang menyebabkan negara kehilangan penerimaan US$ 1,17 miliar atau sekitar Rp 15,79 triliun. Pertama, adanya pembebanan biaya-biaya yang tidak semestinya diperhitungkan dalam cost recovery, dengan nilai US$ 956,04 juta atau Rp 12,9 triliun.
Kedua, ada 17 KKKS ataupun working interest (mitra) yang belum menyelesaikan kewajiban pajaknya sampai dengan tahun pajak 2015 sebesar US$ 209,25 juta atau Rp 2,8 triliun. Ketiga, negara juga kehilangan potensi dari pengenaan denda atau bunga, minimal untuk tahun pajak 2015, senilai US$ 11,45 juta.
Menurut BPK, ada empat kasus yang menyebabkan cost recovery membengkak US$ 956,04 juta. Pertama, penerbitan change order (perubahan pesanan) atas kontrak Proyek Banyu Urip, yakni pengerjaan EPC 1 fasilitas produksi.
Proyek tersebut belum mendapat persetujuan SKK Migas dan nilai proyek itu melebihi batas maksimal yakni US$ 484,11 juta. Selain itu terdapat denda keterlambatan yang belum dikenakan serta pembebayan biaya yang tidak sesuai kontrak senilai US$ 58,25 juta.
Kedua, SKK Migas juga belum mengaudit pembebanan biaya farm out (menjual) kapal pengeboran Deepwater Asgard ke Teluk Meksiko di Amerika Serikat senilai US$ 266 juta. “Sehingga pembebanan biaya tersebut belum dapat diyakini kewajarannya,” dikutip dari IHPS BPK Semester I tahun 2017, Rabu (4/10).
Ketiga, adalah pembebanan biaya atas renumerasi, iuran pensiun, bonus insentif, asuransi serta tunjangan pajak penghasilan tenaga kerja asing (TKA) tahun 2015 senilai US$ 89,94 juta. Pembebanan ini tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Agung, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan dan Pedoman Tata Kerja SKK Migas.
Keempat adalah pemasalahan koreksi bagi hasil KKKS lainnya. NIlainya US$ 57,74 juta.
Adapun mengenai kehilangan penerimaan negara dari denda bunga karena belum ada pengenaan sanksi terhadap 40 KKKS yang belum menyampaikan Laporan Penerimaan Negara (LPN). Selain itu ada KKKS yang belum menyelesaikan kewajiban perpajakan tahun 2015.
Atas dasar itu BPK merekomendasikan Kepala SKK Migas agar memerintahkan KKKS melakukan koreksi/menunda pembebanan cost recovery pada perhitungan bagi hasil minyak tahun 2015. Kemudian berkoordinasi dengan Dirjen Pajak untukk penyelesaian kewajiban pajak penghasilan badan dan pajak bunga deviden dan royalty. Serta mengenakan denda sesuai ketentuan berlaku.