SMRC: Kans Jokowi Menang Pilpres 2019 Lebih Baik Dibanding SBY di 2009
Peluang Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memenangkan pemilihan presiden (pilpres) kedua kali pada 2019 dinilai cukup tinggi. Bahkan, peluang itu dianggap lebih besar dibandingkan ketika mantan Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencalonkan diri kembali pada Pemilu 2009.
Analisis ini disampaikan lembaga Riset Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada Kamis (10/5). Analisis berdasarkan survei terhadap 1057 responden di seluruh provinisi di Indonesia. Riset dilakukan melalui metode survey multistage random sampling dengan margin of error +/- 3,1% dan tingkat kepercayaan 95%. Quality control dilakukan terhadap 20% sampel yang ada.
SMRC membandingkan hasil survei terbaru dengan data survei ketika SBY menjabat pada 2007 atau dua tahun menjelang Pemilu 2009. Berdasarkan simulasi survey top of mind pada September 2017, tingkat elektabilitas Jokowi sebesar 38,9%. Angka tersebut lebih tinggi 11,3 persen jika dibandingkan elektabilitas SBY yang sebesar 27,6% ketika September 2007.
"Kalau dilihat secara kuantitatif Jokowi sebetulnya lebih baik dibanding SBY dua tahun sebelum pemilu. Kalau itu mau dijadikan dasar untuk memprediksi, maka peluang pak Jokowi memenangkan pemilu menjadi besar," kata Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan di kantornya, Jakarta, Kamis (5/10).
Selain itu, hasil survei SMRC terbaru menunjukkan elektabilitas Jokowi berada di angka 45,6%. Angka tersebut lebih tinggi 12,2% dibandingkan elektabilitas SBY yang hanya 33,4% pada September 2007. (Baca: Elektabilitas Jokowi Tak Capai 50%, Publik Tunggu Calon Alternatif)
Sedangkan pada simulasi dua nama (head to head), elektabilitas Jokowi berada di angka 57,2%. Angka tersebut naik 3,5% dibandingkan elektabilitasnya pada Mei 2017. Sementara rivalnya, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto memiliki elektabilitas sebesar 31,8%. Angka ini turun sebesar 5,4% dari Mei 2017 sebesar 37,2%.
Jika dibandingkan dengan SBY yang pada Pemilu 2009 melawan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, elektabilitas SBY ketika itu sebesar 53,4%. Sementara elektabilitas Megawati saat itu sebesar 46,6%.
Menurut Djayadi, peluang Jokowi lebih besar karena kebijakannya saat ini tidak ada yang berdampak negatif secara signifikan kepada tingkat elektabilitas. SBY, kata Djayadi, pada 2007 mengeluarkan kebijakan yang cukup kontroversial, yakni dengan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Kebijakan tersebut berdampak negatif cukup besar terhadap tingkat elektoral SBY. Kendati, SBY dengan berbagai programnya dapat melewati masalah tersebut sehingga memenangkan Pemilu 2009.
Jokowi pada periode yang sama tidak dihadapkan dengan masalah tersebut. Bila tidak ada masalah serius hingga hari H Pilpres 2019, peluang Jokowi untuk dipilih lagi kemungkinan lebih baik dibandingkan SBY jelang Pilpres 2009," kata Djayadi.
Beberapa survei dari lembaga lainnya pun menunjukkan elektabilitas Jokowi terdepan dibandingkan yang lain. Survei lembaga Media Survei Nasional (Median) yang digelar pada 14-22 September 2017 menunjukkan tingkat elektabilitas Jokowi mencapai 36,2% dan Prabowo Subianto sebesar 23,2%.
Sementara itu berdasarkan survei lembaga riset Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada 23-30 Agustus 2017, menunjukkan elektabilitas Jokowi 50,9%, sementara Prabowo 25,8%. CSIS menyatakan tingkat elektabilitas Jokowi lebih tinggi dibandingkan setahun lalu yang sebesar 41,9%. Sedangkan tingkat keterpilihan Prabowo juga naik dari 24,3% pada tahun lalu.