Laba Kuartal III PLN Turun 72% Akibat Beban Usaha dan Rugi Kurs
Kinerja keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) selama sembilan bulan pertama tahun ini kurang mengesankan. Laba bersih perusahaan listrik milik negara (BUMN) ini hingga akhir September 2017 turun 72% dibandingkan periode sama tahun lalu. Faktor utama penyebabnya adalah kenaikan beban usaha dan kerugian kurs mata uang.
Dalam laporan keuangan kuartal III-2017 PLN yang dirilis Rabu (1/11), perusahaan ini mencetak laba bersih sebesar Rp 3,05 triliun. Jumlahnya lebih rendah 72% dibandingkan periode sama tahun lalu yang Rp 10,97 triliun.
Padahal, pendapatan usaha PLN selama periode Januari-September 2017 mencapai Rp 187,88 triliun atau naik 15% dibandingkan masa yang sama tahun lalu. Kontribusi terbesar disumbangkan penjualan listrik yang meningkat dari Rp 157,39 triliun menjadi Rp 181,81 triliun.
Namun, beban usaha PLN juga meningkat 11,75% menjadi Rp 200,3 triliun hingga akhir September 2017. Peningkatan beban paling besar adalah pembelian tenaga listrik sebesar 27% menjadi Rp 53,5 triliun. Selain itu juga ada beban lain-lain yang naik 24,9% menjadi Rp 5,8 triliun.
Jika melihat pendapatan dan beban usaha, PLN memang masih menanggung rugi sebesar Rp 12,42 triliun. Kerugian ini memang masih lebih kecil dari periode sama tahun lalu dengan nilai Rp 15,8 triliun.
Namun, setelah ditambah dengan adanya subsidi listrik dari pemerintah, kerugian itu bisa berubah menjadi laba sebesar Rp 23,76 triliun atau relatif sama dengan tahun lalu yang sebesar Rp 23,96 triliun.
(Baca: Sejumlah Indikator Keuangan PLN yang Membuat Sri Mulyani Was-was)
Namun, PLN menderita rugi kurs mata uang pada periode Januari-September sebesar Rp 2,22 triliun. Padahal, pada periode sama tahun lalu, perusahaan ini mendapatkan keuntungan kurs mata uang sebesar Rp 3,02 triliun. “Sehubungan dengan fluktuasi kurs mata uang rupiah terhadap mata uang asing, perusahaan dan entitas anak mencatat rugi kurs mata uang asing bersih,” dikutip dari laporan keuangan PLN.
Alhasil, laba sebelum pajak PLN per akhir September 2017 tercatat Rp 6,2 triliun. Capaian itu lebih rendah dari periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 13,8 triliun.