Pertamina Beli Hak Kelola Exxon di Tiung Biru di Bawah Harga Penawaran
PT Pertamina (Persero) akhirnya menyelesaikan proses jual-beli hak kelola ExxonMobil di lapangan Jambaran-Tiung Biru. Proses jual beli itu ditandai penandatanganan dokumen perjanjian penyelesaian jual beli (settlement agreement) antara ExxonMobil dan anak Pertamina, yakni PT Pertamina EP Cepu, di Jakarta, Jumat (3/11).
Direktur Pertamina Syamsu Alam mengatakan PEPC membeli hak kelola itu dengan harga di bawah penawaran ExxonMobil. Adapun, perusahaan asal Amerika Serikat itu menawarkan harga sebesar US$ 121 juta atau setara Rp 1,61 triliun untuk 41. 4% hak kelolanya itu.
Namun, Syamsu belum mau menyebutkan detail harga tersebut. “Sudah selesai teken di kantor. Harganya lebih rendah dari US$ 121 juta," kata dia di Jakarta, Jumat (3/11).
Dengan selesainya transaksi itu, ExxonMobil tidak lagi menjadi mitra Pertamina EP Cepu di lapangan tersebut. Menurut Syamsu, Exxon pun senang dengan keputusan ini karena Lapangan Jambaran-Tiung Biru kalah peringkat dengan aset lainnya secara global.
Selanjutnya Pertamina akan melakukan penandatanganan perjanjian jual beli gas (PJBG) dengan para pembelinya di lapangan Jambaran Tiung Biru seperti PLN dan BUMD. Targetnya proses itu bisa dilakukan sepenuhnya bulan ini. "PJBG itu November ini," kata dia.
Keluarnya Exxon dari proyek Jambaran Tiung Biru, maka Pertamina EP Cepu (PEPC) selaku operator lapangan tersebut mengempit hak kelola 82.8%, sisanya sebesar 8% milik PT Pertamina EP dan 9,2% punya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
September lalu, Menteri ESDM Ignasius Jonan telah melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) proyek Lapangan Jambaran-Tiung Biru. Peletakan batu itu juga simbol memulai konstruksi.
Proses konstruksi ini diharapkan bisa selesai dalam empat tahun. Dengan begitu, proyek ini bisa berproduksi pada 2021. Sejalan dengan itu, PEPC juga bakal mulai mengebor Lapangan Jambaran-Tiung Biru pada pertengahan 2018.
(Baca: Jalan Panjang Kesepakatan Harga Gas Proyek Tiung Biru US$ 1,5 Miliar)
Gas yang bisa diproduksi dari lapangan itu yakni 330 mmscfd. Namun, karena memiliki kandungan karbon dioksida (CO2) dan Hidrogen Sulfida (H2S), gas yang bisa dijual hanya 172 mmscfd.