Cadangan Devisa Oktober Tergerus Akibat Intervensi BI Jaga Rupiah
Bank Indonesia (BI) mencatat cadangan devisa (cadev) turun US$ 2,9 miliar menjadi US$ 126,5 miliar pada akhir Oktober 2017. Penyebab utama penurunan adalah penggunaan devisa untuk pembayaran Utang Luar Negeri pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah.
Mengacu pada data Bloomberg, nilai tukar rupiah mengalami tekanan mulai akhir September, melorot dari kisaran 13.300-an per dolar AS menjadi 13.500-an. Rupiah sempat beberapa kali menembus level 13.600 pada Oktober, namun kemudian berhasil menguat. Nilai tukar rupiah ditutup di level 13.563 per dolar AS di penghujung Oktober. (Baca juga: Rupiah Melemah Tembus 13.600 per US$, BI Sudah Intervensi Pasar)
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman menjelaskan, penurunan cadangan devisa ini juga disebabkan penurunan penempatan valas perbankan di BI sejalan dengan kebutuhan pembayaran kewajiban valas penduduk. Meski mengalami penurunan, Agusman menyatakan cadangan devisa masih cukup tebal.
"BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan," kata Agusman dalam keterangan persnya, Jakarta, Selasa (7/11).
Cadangan devisa cukup untuk membiayai 8,6 bulan impor, atau 8,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Cadangan devisa juga berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
Ia pun meyakinkan, BI akan terus menjaga kecukupan cadangan devisa. "Kami akan terus menjaga kecukupan cadev guna mendukung terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," ucapnya. Cadangan devisa diyakini bakal terjaga seiring dengan kondisi perekonomian domestik yang positif, kinerja ekspor yang membaik, dan perkembangan pasar keuangan global yang kondusif.
Adapun terkait stabilisasi nilai tukar rupiah, Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo pernah mengatakan bahwa BI akan terus mengambil langkah-langkah stabilisasi agar tidak menyimpang dari nilai fundamentalnya. Pada perdagangan Selasa (7/11) ini, rupiah ditutup di level 13.515 per dolar AS, menguat tipis 0,07% dibandingkan hari sebelumnya.
Tak hanya di pasar valas, BI juga membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder karena melihat adanya kecenderungan kenaikan imbal hasil (yield) dari obligasi yang diterbitkan pemerintah. Kenaikan imbal hasil terjadi seiring meningkatnya aksi jual di pasar obligasi.
"Sejauh ini supply-demand di pasar valas berkembang cukup baik. Kemarin supply di pasar valas US$ 470 juta. Ini cukup untuk memenuhi demand tapi tentu saja permintaan harga kan belum tentu sesuai. Inilah stabilisasi kami lakukan tambah supply di pasar agar pergerakan (nilai tukar) tidak terlalu bergejolak," kata dia, Rabu (25/10).