Pemerintah Godok Aturan Pengalihan Komitmen Eksplorasi AntarBlok Migas
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka peluang kepada kontraktor minyak dan gas bumi (migas) mengalihkan komitmen eksplorasi di suatu blok ke blok lain. Hal ini akan diatur dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan pengalihan komitmen eksplorasi antar blok ini akan memudahkan kontraktor migas. Jadi, misalnya kontraktor migas memiliki komitmen pasti mengebor 10 sumur. Namun sudah mengebor ternyata delapan sumur kering, maka sisa komitmen dua sumur itu bisa dialihkan ke blok lain yang masih miliknya.
Dengan cara itu, maka kontraktor bisa melaksanakan seluruh komitmen pasti tersebut. “Kami sedang memperbaiki Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2004. Jadi komitmen pasti bisa dipindahkan ke blok lain asal masih milik kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tersebut,” ujar dia di Katadata Forum Jakarta, Selasa malam (21/11).
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengatakan cara itu bisa mengatasi masalah kontraktor di lapangan. Apalagi dalam menjalankan komitmen eksplorasi itu, terkadang kontraktor juga menghadapi beberapa kendala.
Salah satu kendala itu bisa datang dari masyarakat yang tidak memberi izin kepada kontraktor untuk melakukan survei seismik di daerahnya. “Jadi pemindahan komitmen pasti ini untuk menghadapi problem yang ada,"kata Amien.
Untuk mendukung revisi PP tersebut, Kementerian ESDM juga akan menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM. Jika aturan ini selesai, Amien optimistis aturan itu akan menarik minat investor.
Revisi aturan tersebut akan berlaku untuk blok konvensional maupun nonkonvensional terutama gas, metana dan batu bara (Coal Bed Methane/CBM). "Menteri memerintahkan pak Wakil Menteri ESDM untuk bikin Permen supaya skema ini boleh,"kata Amien.
(Baca: Minim Eksplorasi, Indonesia Terancam Kekurangan Migas)
Di sisi lain Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Ego Syahrial juga menyoroti pengembangan CBM di Indonesia yang belum masif. "Kalau melihat sejarahnya, sudah hampir 20 tahun, produksi 1 MMSCFD juga belum ada," kata dia.