Kerugian Akibat Investasi Bodong Rp 105,8 Triliun dalam 10 Tahun
Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi merilis perkiraan data kerugian akibat praktik investasi 'bodong' selama periode 2007-2017. Mengacu pada data yang tercatat di Kepolisian, kerugian materil mencapai ratusan triliun dan jutaan orang telah menjadi korbannya.
Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L Tobing menjelaskan, total kerugian akibat investasi bodong selama jangka waktu 10 tahun terakhir mencapai Rp 105,81 triliun. Kerugian lainnya adalah, kepercayaan terhadap produk keuangan menurun, menimbulkan potensi instabilitas, dan mengganggu proses pembangunan.
Tongam menyebut, modus yang paling banyak ditemukan adalah investasi uang dengan iming-iming imbal hasil yang sangat tinggi. Kemudian, investasi terkait Multi Level Marketing (MLM), meski bukan berarti semua MLM merupakan investasi bodong. Selain itu, investasi terkait perdagangan emas dan forex juga cukup banyak memakan korban.
(Baca juga: Satgas Waspada Investasi Larang Masyarakat Transaksi Bitcoin)
"Paling tinggi daerah yang tertipu di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek). Kemudian, di Jawa Timur dan Jawa Barat," ujar Tongam saat diskusi dengan media, di Kantor Pusat OJK, Jakarta, Kamis (30/11).
Tongam menyatakan, banyak penipuan berkedok investasi memang kebanyakan terjadi di kota besar. Alasannya, investasi ini kebanyakan menggunakan sistem online yang dengan mudah dapat diakses masyarakat urban. Menurutnya, masyarakat yang 'melek' teknologi justru banyak tertipu investasi bodong.
Ia menyebut, tahun ini terdapat beberapa kasus investasi bodong yang terbongkar. Pertama, kasus Pandawa Group dengan korban 549 ribu orang dan total kerugian mencapai Rp 3,8 triliun. Kedua, kasus First Travel dengan korban 58,6 ribu orang dan total kerugian Rp 800 miliar.
Ketiga, ada kasus PT Cakrabuana Sukses Indonesia dengan korban 7 ribu orang dan kerugian Rp 1,6 triliun. Keempat, Dream Freedom dengan korban 700 ribu orang dan kerugian Rp 3,5 triliun.
(Baca: BI Akan Pertegas Larangan Penggunaan Bitcoin)
Menurut Tongam, banyaknya korban penipuan disebabkan oleh minimnya pemahaman masyarakat terhadap investasi, sehingga mereka mudah tergiur bunga tinggi. Selain itu, pelaku kerap menggunakan tokoh agama atau tokoh masyarakat untuk membuat bisnisnya tampak meyakinkan.
Tongam menekankan, masyarakat diharapkan menggali lebih dalam sebelum memutuskan berinvestasi di salah satu perusahaan. Terdapat beberapa ciri investasi yang berpotensi merugikan. Pertama, menjanjikan keuntungan yang tidak wajar, menjanjikan bonus dari perekrutan orang baru, memanfaatkan tokoh agama atau tokoh masyarakat, klaim tanpa risiko, serta legalitas yang tidak jelas.
Sampai dengan bulan September 2017, terdapat 132 pengaduan masyarakat terkait dengan adanya potensi investasi bodong. Sebanyak 12 diantaranya sudah dalam proses penyidikan oleh pihak berwenang.
(Baca: BI Larang Bank dan Lembaga Keuangan Terlibat Transaksi Bitcoin)
Tongam mengatakan, saat ini, keanggotaan Satgas Waspada Investasi baru meliputi Kepolisian RI, Kejaksaan RI, Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM), OJK, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Adapun, keanggotaan ini akan diperluas dengan menggandeng Bank Indonesia (BI), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.