Usai Boediono, KPK Periksa Dorodjatun di Kasus BLBI Sjamsul Nursalim

Dimas Jarot Bayu
2 Januari 2018, 15:45
Dorodjatun Kuntjoro-Jakti
ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf
Mantan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti (tengah) berjalan meninggalkan gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (4/5).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti, Selasa (2/1). Dorodjatun diperiksa sebagai saksi kasus penerbitan surat keterangan lunas (SKL) terhadap obligor penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Dorodjatun diperiksa sebagai saksi bagi eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung. Syafruddin dalam kasus ini telah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah menguntungkan diri sendiri, orang lain, ataupun korporasi, yang telah menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun dari total kewajiban penyerahan aset BDNI sebesar Rp 4,8 triliun.

"Iya, diperiksa sebagai saksi dalam kasus BLBI dengan tersangka SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung)," kata Febri ketika dihubungi Katadata, Selasa (2/1).  (Baca: KPK Tahan Mantan Kepala BPPN Terkait Dugaan Korupsi BLBI)

Dorodjatun datang ke Gedung KPK, Jakarta pukul 09.55 WIB. Ia langsung menaiki lantai atas Gedung KPK untuk diperiksa.

Dorodjatun menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada 9 Agustus 2001 hingga 20 Oktober 2004, saat BPPN  menerbitkan SKL BLBI.  Dorodjatun sebelumnya juga pernah diperiksa penyidik KPK dalam kasus SKL BLBI pada 4 Mei 2017.

Sebelum memeriksa Dorodjatun, KPK juga memeriksa mantan Wakil Presiden Boediono. Boediono dimintai keterangan selama enam jam terkait dengan jabatannya sebagai Menteri Keuangan pada Agustus 2001-Oktober 2004. Boediono menjabat Menkeu saat berada di dalam kabinet Gotong Royong yang dipimpin Megawati Soekarnoputri.

Boediono saat itu menggantikan Rizal Ramli. Rizal juga pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus BLBI.

 (Baca: BPK Temukan Kerugian Negara Kasus BLBI Nursalim Rp 4,6 Triliun)

Febri sebelumya mengatakan, Boediono datang dengan inisiatifnya sendiri karena pernah berhalangan hadir saat jadwal pemeriksaan yang sudah ditetapkan KPK. "Yang bersangkutan datang atas inisiatif sendiri karena berhalangan saat jadwal pemeriksaan," kata Febri.

Dalam kasus ini, Syafruddin menerbitkan SKL berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).

Berdasarkan Inpres tersebut, debitur BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang, meski baru melunasi 30% dari jumlah kewajiban pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70% dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN.

Syafruddin diduga mengusulkan pemberian SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham atau pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004 sebesar Rp 4,8 triliun. Nilai tersebut berupa Rp 1,1 triliun ditagihkan ke petani tambak, sedangkan Rp 3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturasi.

"Dari nilai Rp 1,1 triliun itu kemudian dilelang oleh PPA dan didapatkan Rp 220 miliar. Sisanya Rp 4,58 triliun menjadi kerugian negara," kata Febri.

(Baca: Dipanggil Kasus BLBI, Sjamsul Nursalim dan Istri Kembali Mangkir)

Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...