Pragmatis, Alasan Koalisi Demokrat dengan Partai Pendukung Jokowi

Dimas Jarot Bayu
8 Januari 2018, 20:13
SBY Menyalami Megawati
ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri (tengah) berjabat tangan dengan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kanan) beserta istri Ani Yudhoyono (kedua kanan) saat menghadiri upacara peringatan detik-detik proklamasi kemerdekaan RI di Istana Merdeka, J

Koalisi partai politik dalam pemilihan gubernur 2018 dipengaruhi kepentingan pragmatis jangka pendek dan tak dapat mencerminkan arah politik dalam pemilihan presiden 2019. Hal ini ditunjukkan lewat sikap Demokrat yang berkoalisi dengan beberapa partai pendukung pemerintah. Padahal selama ini Demokrat dikenal sebagai partai yang dalam beberapa hal berseberangan dengan pemerintah.

Pengamat politik Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya mengatakan, koalisi Demokrat dengan berbagai partai pendukung pemerintah pada Pilkada 2018 tak tentu membuat arah dukungan mereka beralih ke Jokowi pada Pemilu 2019. Yunarto mengatakan, sifat koalisi tersebut pragmatis dan taktis guna memberi kemenangan di daerah dalam Pilkada 2018 semata.

"Sehingga ketika mereka memenangkan pilkada terutama di daerah besar, peluang untuk dapat pileg dan pilpres di daerah tersebut juga sangat besar tanpa harus peduli apakah mereka akan berkoalisi lagi atau tidak," kata Yunarto ketika dihubungi Katadata, Senin (8/1).

(Baca: Diusung Golkar Jadi Cagub Jabar, Deddy Mizwar Diminta Dukung Jokowi)

Di Pilgub Jabar, Demokrat dan Golkar berkoalisi mengusung Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi. Sementara di Jawa Timur, kedua partai bersama dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan partai pemerintah lainnya berkoalisi mengusung Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak.

Sementara itu di pilgub Kalimantan Barat, PDIP mengusung kadernya, Karolin Margret Natasa sebagai calon gubernur berpasangan dengan kader Demokrat Sutyadman Gidot sebagai calon wakilnya.

Direktur Program SMRC Sirojuddin Abbas menyatakan partai politik memilih mengambil sikap pragmatis karena mayoritas pemilih Indonesia merupakan massa mengambang. Sirojuddin mengatakan, pemilih yang merasa dekat dengan partai politik sekitar 1 dari 10 orang saja.

“Pemilih itu tidak terlalu melihat ada hubungan penting antara memilih partai hari ini dengan memilih partai besok. Peluang parpol untuk melakukan manuver, misalnya koalisi berbeda untuk kebutuhan pilkada dengan Pilpres 2019,” kata Sirojuddin. 

(Baca: Duet Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim Diusung Golkar dan Demokrat)

Yunarto mengatakan, Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pun selama ini menunjukkan selalu berada di poros tengah. “Sulit membaca gerak-geriknya karena memang dia selalu memposisikan diri untuk selalu bisa dengan siapa pun, tapi apakah arahnya ke sana (koalisi Pilpres 2019) kami enggak tahu,” kata Yunarto.

SBY saat mengumumkan pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur 17 yang akan berkontestasi di pemilihan kepala daerah serentak 2018, menyinggung anggapan publik mengenai koalisi partai. "Ini ada mitos katanya kalau partai ini tidak mungkin berkoalisi dengan partai itu. Katanya begitu," kata SBY.

Dia mengatakan Demokrat siap berkoalisi dengan partai politik mana pun, dan mengimbau tak ada partai yang saling bermusuhan, meski saling bersaing dalam pemilu. (Baca: Pidato Politik Awal 2018, SBY Puji Jokowi & Minta Aparat Hukum Netral)

Editor: Yuliawati
    Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

    Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

    Ikuti kami

    Artikel Terkait

    Video Pilihan
    Loading...