Tersangkut Kasus Montara, PTT EP Tunda Investasi di Indonesia
Perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Thailand PTT Exploration and Production (PTT EP) masih menunda rencana investasinya di Indonesia. Penyebabnya yakni adanya kasus gugatan mengenai tumpahan minyak Montara yang diduga mencemari Laut Timor di Indonesia.
General Affairs Manager PTTEP Malunda Limited dan PTTEP South Mandar Limited Afiat Djajanegara mengatakan perusahaannya sebenarnya masih berkomitmen investasi di Indonesia. Namun, kini perusahaannya fokus dengan kasus Montara.
Setelah kasus Montara selesai, PTT EP akan berinvestasi lagi di Indonesia. “Untuk sementara ini tertunda dengan adanya kasus Montara. PTT EP berharap kasus Montara dengan pemerintah Indonesia bisa segera selesai," kata dia kepada Katadata.co.id, Jumat (12/1).
Di Indonesia, PTT EP memiliki hak kelola di blok Natuna Sea A sebesar 11,5%. Blok yang dioperatori Premier Oil dengan hak kelola 28,67% ini sudah berproduksi sejak 1 Januari 2001. Selain itu ada KUFPEC 33,33%, Petronas 15%, dan Pertamina 11,5%.
PTT EP memang menghadapi gugatan pemerintah mengenai kasus Montara. Pemerintah menggugat The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Australasia (PTT EP AA), The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Public Company Limited (PTTEP) dan The Petroleum Authority of Thailand Public Company Limited (PTT PCL) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pemerintah menuntut Rp 27,4 triliun atas kejadian tumpahan minyak Montara. Tuntutan itu terdiri dari komponen ganti rugi kerusakan lingkungan sebesar Rp 23 triliun dan biaya untuk pemulihan kerusakan lingkungan sebesar Rp 4,4 triliun. Selain itu, pemerintah juga meminta penyitaan aset ketiga perusahaan tersebut sebagai bentuk jaminan.
Terdapat tiga sektor yang terdampak kerusakan lingkungan yang terjadi. Ketiganya adalah kerusakan hutan mangrove seluas 1.200 hektare, kerusakan padang lamun seluas 1.400 hektare, dan kerusakan terumbu karang seluas 700 hektare.
Proses mediasi ini telah berlangsung pada 20 Desember 2017 lalu. Mediasi ini dipimpin hakim mediator Wiwik Suaharsono. Sementara pemerintah Indonesia diwakili Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kejaksaan Agung.
Dalam sidang tersebut, PTT EP menyatakan beritikad baik untuk mengikuti prosedur yang ada. Sementara itu, Direktur Penyelesaian Sengketa KLHK Jasmin Ragil Utomo usai mediasi, mengatakan kalau pemerintah Indonesia menunggu langkah konkret dari pihak PTT.
Apalagi PTT EP diduga mencemari perairan di Nusa Tenggara Timur karena bocornya minyak mentah dari unit pengeboran di Montara tahun 2009. “Yang kami harapkan tidak hanya itikad baik dalam bentuk kehadiran, tapi yang jelas apa upaya konkretnya mereka,” ujar Jasmin berdasarkan keterangan resminya, Kamis (21/12).
(Baca: Jalani Mediasi, Pemerintah Minta Upaya Konkret PTT EP di Kasus Montara)
Setelah proses itu, hakim mediator kemudian memutuskan menggelar mediasi kedua tanggal 16 Januari 2018 mendatang. Wiwik meminta agar kuasa hukum tergugat sudah mempersiapkan konsep atau proposal berdasarkan materi gugatan pemerintah Indonesia.