Kementerian ESDM Buka Peluang Kenaikan Harga BBM Periode April
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka peluang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar periode April hingga Juni 2018. Kenaikan harga BBM ini bisa terjadi jika ada kenaikan harga minyak dunia yang sangat besar.
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Ego Syahrial mengatakan kebijakan harga BBM ini juga masih perlu dibahas dengan beberapa pihak. “Apabila terdapat relaksasi besar dimungkinkan akan terjadi perubahan setelah pertimbangkan masukan dari stakeholder,” ujar dia saat paparan di rapat dengar pendapat dengan Komisi VII di Gedung DPR, Jakarta Kamis (18/1).
Meski begitu, Ego mengatakan harga Premium dan Solar tidak akan mengalami perubahan hingga 31 Maret 2018. Ini mengacu pada perkembangan harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) yang hingga Desember berada di kisaran US$ 52,17 per barel.
Selain ICP, ada beberapa indikator lainnya untuk menentukan harga BBM. Di antaranya adalah kemampuan subsidi negara, situasi ekonomi, kondisi sosial masyarakat dan daya beli masyarakat.
Menurut Ego, dalam menentukan harga Premium dan Solar ini pemerintah juga tetap memperhatikan PT Pertamina (Persero). Meski tidak ada kenaikan harga BBM, pemerintah memberikan kompensasi berupa hak khusus Pertamina mengelola blok migas yang habis kontrak. “Secara korporasi Pertamina masih mencatatkan laba yang baik,” ujar dia.
Adapun, saat ini, harga Premium dipatok sebesar Rp 6.450 per liter. Sedangkan harga Solar sebesar Rp 5.150 per liter. Kemudian harga minyak tanah Rp 2.500 per liter.
Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik mengatakan harga jual itu masih di bawah harga keekonomian. Jika mengacu harga minyak Desember 2017, harga Solar memiliki selisih Rp 1.550 per liter. Sementara Premium ada perbedaan Rp 900 per liter.
(Baca: Kebijakan Harga BBM Bisa Ancam Laba Pertamina)
Elia khawatir jika harga BBM tidak menyesuaikan pergerakan harga minyak, Pertamina akan kesulitan berinvestasi jangka panjang. "Ini tentu berdampak ke keuangan Pertamina," kata dia.