Pemerintah Beri Persyaratan Bila Jepang Bangun MRT Timur-Barat Jakarta
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi membuka kemungkinan Jepang kembali menggarap proyek Mass Rapid Transit (MRT) dari Timur ke Barat Jakarta. Namun dirinya memberi persyaratan kepada kontraktor yang akan terlibat dalam proyek tersebut.
Persyaratan yang dimaksud Budi adalah adanya kajian dalam pengembangan kawasan terintegrasi atau Transit Oriented Development (TOD). Selain itu pemerintah berharap adanya keterlibatan kontraktor lokal dalam pembangunan infrastruktur transportasi ini.
"Untuk MRT Timur ke Barat kami memang meminta persyaratan yang tinggi," kata Budi di Istana Kepresidenan, Bogor, Jumat (19/1).
(Baca: Pemerintah Akan Panggil Pihak Swasta yang Menghambat Proyek MRT)
Pembahasan soal MRT Timur ke Barat ini memang salah satu materi pembicaraan Presiden Joko Widodo dengan Delegasi Utusan Khusus Perdana Menteri Jepang Toshihiro Nikai hari ini. Selain itu Budi juga memastikan MRT tahap 1 yang sedang dikerjakan akan selesai pda tahun ini.
"Beroperasinya awal 2019 nanti," kata Budi.
Dia juga memperkirakan untuk pembangunan proyek kereta yang membentang dari Timur ke Barat ini paling tidak diperlukan biaya Rp 80 triliun. Ini lantaran rute MRT akan melayang sehingga diperlukan biaya besar.
"Untuk tahap pertamanya mungkin Rp 50 triliun hingga Rp 70 triliun," kata Budi.
(Baca: MRT Jakarta Ajukan Proposal sebagai Pengelola Utama Kawasan Stasiun)
Sedangkan Menteri Pekerjaan Umum dam Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono yang turut hadir dalam pertemuan tersebut juga mengatakan saat ini proses pembangunan MRT Timur-Barat masih dalam tahap persiapan.
"Yang sedang dipersiapkan adalah penetapan konsultannya," kata Basuki.
Sedangkan lima proyek lainnya yang dibahas Jokowi dengan Nikai adalah Pelabuhan Patimban, tol Padang - Pekanbaru, Kereta Cepat Jakarta - Surabaya, pengembangan Blok Masela, serta pengembangan industri perikanan di pulau terluar.