Menteri ESDM Wacanakan Ubah Acuan Tarif Listrik Menggunakan Batu Bara
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan berencana mengubah penghitungan tarif dasar listrik dengan memasukkan komponen Harga Batu Bara Acuan (HBA). Alasannya mayoritas pembangkit listrik di Indonesia berbahan bakar batu bara.
Saat ini formula tarif dasar listrik mengacu harga minyak indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. “Kami akan coba reformasi lagi dengan memasukkan HBA karena pembangkit listrik 60% berbahan bakar batu bara," kata Jonan di rapat DPR, Jakarta, Kamis (25/1).
Menurut Jonan, sebenarnya, formula menggunakan ICP memang tidak salah karena dulu pembangkit listrik menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti Solar. Namun, kini, pembangkit dengan bahan bakar minyak mulai berkurang.
Mengacu Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik/RUPTL tahun 2017 hingga 2026, pembangkit berbahan bakar minyak hanya 0,4% dari total pembangkit yang ada. Sementara batu bara bisa mencapai 50%. Kemudian Energi Baru Terbarukan (EBT) adalah 22,5% dan gas bumi sebesar 26%.
Namun, rencana mengubah formula harga tersebut belum final. Formula itu masih perlu dibahas dengan pemangku kepentingan termasuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "Belum diterapkan, ini mau dibahas," kata Jonan.
Akhir tahun 2017, Kementerian ESDM sudah memutuskan tidak ada kenaikkan tarif dasar listrik periode Januari-Maret 2018. Dengan begitu, harga tarif golongan 450 Volt Ampere (VA) sebesar Rp 415 per kilowatt hours (KwH). Sedangkan golongan 900 VA bersubsidi Rp 605 per KwH.
(Baca: PLN Masih Untung, Jonan Tak Akan Naikkan Tarif Listrik)
Untuk golongan rumah tangga 900 VA yang tidak subsisi juga tetap Rp. 1.352 per kWh. Sementara itu, pelanggan nonsubsidi (tariff adjustment), harga dipatok Rp. 1.467 per kWh.