Pengusaha Makanan Sebut Mutu Garam Lokal Tak Sesuai Kebutuhan
ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gappmi) menilai banyak garam yang diproduksi dalam negeri tak sesuai dengan kebutuhan industri makanan dan minuman. Industri makanan dan minuman membutuhkan garam dengan kadar alkali yang cukup tinggi sejumlah 2,2 juta ton hingga 2,3 juta ton atau lebih.
Selain itu, garam yang diperlukan industri makanan dan minuman memiliki kadar NaCL sebesar 97% dengan kadar air maksimum 0,5%. Sementara, kebanyakan produksi lokal tak mampu memenuhi syarat garam industri tersebut.
"Kebanyakan stok yang ada di petani itu (kadar air) 4-5%, itu yang tidak bisa kami pakai. Yang bisa kami pakai itu yang hanya sebagian kecil," kata Ketua Gappmi Adhi S Lukman di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (30/1).
Adhi menjelaskan, garam yang memenuhi kandungan tersebut salah satunya yang diproduksi oleh PT Garam. Ada pula beberapa garam olahan rakyat di Madura yang memenuhi kandungan tersebut.
"Tapi selebihnya itu di pantai Utara Jawa itu kebanyakan tak bisa dipakai," kata Adhi.
Untuk memenuhi kebutuhan, industri makanan dan minuman mengajukan impor garam sebesar 535 ribu ton tahun ini. Namun, pemerintah hanya menyetujui impor garam dari industri makanan dan minuman sebesar 460 ribu ton. "Karena dengan asumsi sebagian bisa menyerap garam dalam negeri," kata dia.
Atas dasar itu, Adhi menilai keputusan pemerintah melakukan impor garam sebenarnya sudah tepat. Dia mengatakan kebutuhan garam industri yang memang tak bisa dipasok seluruhnya dari dalam negeri.
Hanya saja, pemerintah perlu menyesuaikan kembali kebijakan impor dengan melihat pasokan dari dalam negeri ketika masa panen garam. Sehingga petani garam tidak ikut dirugikan dengan kebijakan impor.
"KKP melihat ada potensi panen sekitar 1,6 juta tahun 2018. Tinggal pengaturannya saja kalau memang panennya ada ya impornya dikurangi, tapi dengan catatan mutunya harus sesuai dengan yang diinginkan," kata dia.
Adhi pun mengingatkan pemerintah agar mempertimbangkan penyusutan garam ketika kualitasnya dinaikkan. Menurut Adhi, peningkatan dari kualitas C ke A akan menyusutkan 30% kuantitas garam.
"Itu kadang-kadang lupa, bilang stok di petani sekian, padahal kalau diolah menjadi mutu yang diinginkan itu harus dikurangi. Kalau punya stok 100 ribu ton dikurangi 30% ya tinggal 70 ribu ton," kata Adhi.
Editor: Yuliawati