Laba BTPN Turun 30% Imbas Investasi Digital dan Restrukturisasi
Laba PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) tercatat sebesar Rp 1,2 triliun pada 2017, turun 30% dibandingkan tahun sebelumnya. Laba turun lantaran meningkatnya biaya untuk investasi pengembangan layanan digital dan restrukturisasi organisasi.
Direktur Keuangan BTPN Arief Harris Tandjung memerinci, biaya investasi untuk pengembangan layanan digital Rp 832 miliar, sedangkan biaya untuk restrukturisasi organisasi dan operasional kantor cabang Rp 736 miliar. Ini artinya, total untuk dua pos biaya tersebut mencapai Rp 1,5 triliun.
"Sebetulnya (jika mengeluarkan biaya-biaya tersebut) laba bersih kami mencapai Rp 2,4 triliun atau tumbuh 6%," kata Arief di Menara BPTN, Rabu (14/2). (Baca juga: Transformasi ke Bank Digital, BTPN Tawari Karyawan Pensiun Sukarela)
Tahun ini, ia optimistis perolehan laba bakal kembali normal lantaran tidak ada lagi biaya restrukturisasi. Apalagi, kondisi ekonomi di 2018 juga diprediksi membaik. "Paling tidak balik ke normal atau sedikit lebih tinggi dari tahun lalu,” ucapnya.
Adapun layanan digital perusahaan diklaim terus berkembang. Pengguna dua platform digital BTPN, yaitu BTPN Wow! dan Jenius telah mencapai 5,3 juta nasabah hingga akhir 2017. Rinciannya, BTPN Wow! memiliki 4,8 juta nasabah, sedangkan Jenius 500 ribu nasabah.
Jumlah nasabah Jenius dinilai cukup tinggi lantaran platform tersebut baru melayani wilayah DKI Jakarta dan menyusul wilayah Bandung pada akhir 2017. Namun, Arief enggan menyebut target pertambahan nasabh tahun ini. Ia beralasan hal tersebut bagian dari strategi perusahaan.
Direktur Utama BTPN Jerry Ng menjelaskan, perusahaan akan terus berinvestasi untuk mengembangkan layanan digitalnya. Investasi dibutuhkan di antaranya untuk upgrade sistem dan perluasan layanan digital ke daerah lain. "Kami juga akan continue untuk mengeluarkan fitur-fitur baru, continue untuk partnership," kata dia.
Jika dilihat lebih jauh, turunnya laba juga seiring dengan lemahnya kinerja penyaluran kredit. Pertumbuhan kredit dan dana pihak ketiga (DPK) BTPN di bawah pertumbuhan industri perbankan. (Baca juga: Dimerger, Sumitomo dan BTPN Akan Masuk 10 Bank Terbesar di RI)
Penyaluran kredit tercatat Rp 65,3 triliun atau hanya tumbuh 3% secara tahunan, lebih rendah dari pertumbuhan kredit industri yang sebesar 7,4% per November 2017. Sementara itu, DPK tumbuh 3% menjadi Rp 67,9 triliun, juga di bawah pertumbuhan industri yang sebesar 9,1% per November 2017.
Meski begitu, rasio kredit seret (Non Performing Loan/NPL) terjaga di level 0,9%. Permodalan juga kuat, tercermin dari rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) yang terjaga di level 24,6%. Adapun aset perusahaan tercatat Rp 95,5 triliun atau naik 5% dibandingkan tahun sebelumnya.