Kandidat Pilkada Kena OTT, Mendagri Tak Akan Ubah Aturan Pencalonan
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo belum merencanakan mengubah Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Beberapa partai politik mendesak pemerintah mengubah aturan pencalonan terkait kasus calon kepala daerah yang terjerat operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kami masih menginventarisasi," kata Tjahjo di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa (20/2).
Meski sedang melakukan inventarisasi tersebut, Tjahjo mengatakan pihaknya belum akan berfokus pada revisi aturan yang ada. Menurutnya, saat ini pemerintah masih berkonsentrasi menyukseskan Pilkada Serentak 2018. "Yang penting kami sukseskan dulu tahun ini," kata Tjahjo.
Tjahjo menjelaskan aturan yang ada saat ini masih membolehkan calon kepala daerah yang terjerat OTT KPK ikut serta dalam Pilkada. Sehingga, tidak ada alasan bagi calon kepala daerah atau partai politik menyatakan mundur.
(Baca juga: Calon Gubernur NTT Jadi Tersangka, KPU Larang PDIP Tarik Dukungan)
Menurut Tjahjo, aturan ini juga sudah ditetapkan sejak tahun lalu. Bahkan, dia sempat melantik salah satu kepala daerah yang menang Pilkada, meski terjerat OTT KPK. "Aturannya apabila (kasus hukum) belum mempunyai kekuatan hukum tetap, yang bersangkutan tidak berhalangan tetap, dan sudah diusulkan parpol, ya jalan," kata Tjahjo.
Beberapa partai di antaranya PDIP dan PKS berharap pemerintah mengubah aturan pencalonan sehingga calon kepala daerah yang menjadi tersangka dan ditahan KPK dapat diganti orang lain. Selain perubahan UU, mereka berharap presiden dapat mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) mengenai hal ini.
Ketua KPU Arief Budiman pun menegaskan calon kepala daerah yang telah ditetapkan KPU tak bisa mundur meski menjadi tersangka korupsi. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 53 Undang-undang Pilkada.
"Tidak bisa, tidak boleh mundur. Paslon yang sudah ditetapkan itu tidak boleh mengundurkan diri," kata Arief.
(Baca juga: Bupati Subang Diduga Terima Suap Rp 1,4 Miliar untuk Biaya Pilkada)
Mengenai hak kandidat untuk menjalankan kampanye, KPU menyerahkannya kepada KPK. KPK sendiri menyatakan calon kepala daerah yang menjadi tersangka lantaran terkena OTT tak bisa diberikan izin keluar tahanan untuk berkampanye. Pasalnya, izin tersebut bertentangan dengan aturan penahanan.
Hingga kini, KPK telah menetapkan empat orang calon kepala daerah yang ikut Pilkada 2018 sebagai tersangka karena tertangkap tangan melakukan suap. Mereka yakni calon bupati Jombang Nyono Suharli, calon gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Marianus Sae, calon bupati Subang Imas Aryumningsih, serta calon gubernur Lampung Mustafa. Mereka merupakan kandidat yang di antaranya didukung PDIP, PKS, Golkar, PKB dan lainnya.
(Baca juga: Diduga untuk Biaya Pilgub NTT, Bupati Ngada Terima Suap Rp 4,1 Miliar)