Nila Sebelanga Proyek Konstruksi Infrastruktur
Jauh sebelum azan subuh berkumandang tadi pagi, tak kurang dari tujuh orang sedang mengerjakan lanjutan konstruksi pada tiang pancang tol di Jalan DI Panjaitan, Jakarta Timur. Ini merupakan bagian proyek tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu, lebih sering disebut tol Becakayu. Ruas tol, yang digarap PT. Waskita Karya, ini sebagian telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada November 2017.
Sekitar pukul 03.00, para pekerja melakukan pengecoran pier hed pada bekisting beton, yaitu cetakan untuk pengecoran beton pierhead. Bekisting ini cetakan sementara selama proses pengecoran beton pada bagian struktur bangunan. Tujuannya untuk menahan dan memberi bentuk. Setelah beton kering dan padat, bekisting pun dilepas. (Baca pula: Bekisting Tol Becakayu Ambruk, Insiden Proyek Waskita ke-6 Sejak 2017).
Nahas. Musibah terjadi saat pekerja memasukkan coran. Bekisting tersebut merosot hingga jatuh, sementara kondisi beton masih basah. Menurut keterangan kepolisian, kecelakaan tersebut tepat pukul 3.40 WIB. Tak ayal, gugurnya perkakas berat ini membuat tujuh pekerja di area tersebut, yang berlokasi di depan kampus Institut Bisnis Nusantara, terluka. Pihak Waskita pun mengevakuasi mereka ke Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia. “Pihak manajemen sangat menyesal atas kejadian ini,” kata Kepala Divisi III Waskita, Dono Parwoto.
Ketika meresmikan Tol Becakayu untuk seksi 1 B yang menghubungkan Cipinang Melayu-Pangkalan Jati dan seksi 1 C yang menyambungkan Pangkalan Jati-Jakasampurna pada 3 November 2017, dengan bangga Presiden Jokowi menyatakan jalur tol baru ini akan mengurai kemacetan yang terjadi bertahun-tahun di kawasan tersebut. “Kita tahu Tol Becakayu ini sudah berhenti 21 tahun karena surat perintah kerja itu sudah diberikan tahun 1996,” kata Jokowi.
Karena menilai begitu penting sarana infrastruktur ini, pemerintah memasukkannya ke dalam Proyek Strategis Nasional. Pada 2014, Waskita Karya mulai mengerjakan Seksi I sepanjang 11 kilo meter dengan nilai kontrak Rp 7,23 triliun. Sementara seksi II akan menghubungkan Jakasampurna-Duren Jaya yang membentang sekitar 10,04 kilometer.
Buntut kecelakaan tersebut, tiga kementerian menggelar rapat koordinasi siang ini: Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Perhubungan. “Kami harus koordinasi antara BUMN sebagai pembinanya. Pembina teknisnya Kementerian PUPR, pemilik proyeknya Perhubungan,” kata Deputi Bidang Usaha Konstruksi dan Sarana dan Prasarana Perhubungan (KSPP) Kementerian BUMN Ahmad Bambang, Selasa (20/2).
(Baca juga: Bahas Insiden Proyek Tol Becakayu, Tiga Kementerian Gelar Rapat)
Kecelakaan tersebut tentu menjadi noda pada proyek infrastruktur, salah satu program unggulan pemerintahan Presiden Jokowi. Jika hanya sekali, bisa jadi hal itu bak nila setitik. Namun kecelakaan pada pembangunan konstruksi yang dikerjakan oleh Waskita bukan kali ini saja.
Dalam catatan Katadata, dalam tujuh bulan terakhir setidaknya ada enam kecelakaan kerja konstruksi pada proyek-proyek Waskita yang tersebar di sejumlah daerah. Peristiwa sial pertama terjadi pada 4 Agustus 2017. Ketika itu perusahan konstruksi pelat merah ini sedang mengerjakan proyek pembangunan Light Rail Transit (LRT) Palembang. Dua unit crane dengan bobot 70 ton dan 80 ton yang sedang dioperasikan jatuh menimpa rumah penduduk. Dua orang tewas dalam kecelakaan ini.
Kejadian nahas kedua ketika jembatan penyeberangan Jalan Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi ambruk pada 22 September 2017. Akibatnya, seorang pekerja tewas dan dua orang lainnya mengalami luka berat. Bergeser ke Probolinggo, girder pembangunan Jalan Tol Paspro (Pasuruan Probolinggo) jatuh. Kejadian pada 29 Oktober 2017 itu menyebabkan satu pekerja tewas.
Setengah bulan kemudian, tepatnya pada 16 November 2017, crane proyek jalan Tol Jakarta-Cikampek II (Elevated) tumbang. Crane Variable Message Sign (VMS) jatuh di ruas Tol Jakarta Cikampek kilometer 15. Di akhir tahun lalu, kontruksi girder yang bermasalah menimpa proyek pembangunan Jalan Tol Pemalang-Batang. Tidak ada korban jiwa pada kejadian 30 Desember 2017 itu. Dan terakhir, nasib apes pekerja Waskita Karya terjadi ketika mengerjakan Tol Becakayu pada pagi dini hari tadi.
Atas lima kejadian tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memberikan sanksi kepada Waskita Karya. Direktur Jenderal Bina Marga Arie Moerwanto mengatakan sanksi berupa teguran sebagai peringatan agar BUMN tersebut lebih berhati-hati dan bertanggung jawab. “Untuk pengawas konstruksinya juga telah kami berikan teguran,” kata Arie. (Baca: Alami Lima Kecelakaan Kontruksi, Waskita Kena Sanksi).
Nila pada pengerjaan konstruksi infrastruktur makin membesar bila ditarik untuk proyek lain yang dikerjakan selain oleh Waskita. Sebut saja robohnya konstruksi tiang beton kereta api ringan (LRT) di kawasan Kayu Putih, Pulo Gadung, Jakarta Timur pada 22 Januari lalu. Seperti kecelakaan di Tol Becakayu, peristiwa tersebut juga terjadi pada dini hari. Setidaknya lima orang terluka.
Ketika itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengatakan pengerjaan LRT yang digarap PT Jakarta Propertindo memang sedang kejar tenggat. Sandi menduga kecelakaan terjadi karena kelalaian dalam mematuhi prosedur di lapangan. “Kalau dikejar target, ada saja prosedur yang terlupakan demi efisiensi waktu dan sebagainya,” kata Sandi seperti dikutip CNN Indonesia.
Direktur Utama PT Jakarta Propertindo Satya Heragandhi memang pernah mengeluh bahwa pihaknya sedang berpacu dengan waktu. Proyek tersebut diharapkan selesai pada Juli untuk menyambut pesta olah raga terbesar se-Asia atau Asian Games yang berlangsung di Jakarta dan Palembang pada Agustus nanti.
Kejar tayang ini yang kemudian mendapat sorotan banyak pihak. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), misalnya, mengkritik kecelakaan konstruksi pada pembangunan proyek infrastruktur yang kerap terjadi menunjukkan ada yang tidak matang dalam proses pengerjaannya. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi memilah tiga tahap utama yang mesti dibenahi: perencanaan proyek, pengerjaan, dan pengawasan.
Dalam pengamatannya, kecelakaan terjadi sebagian karena kegagalan konstruksi atau construction failure. Karena itu, Tulus mendesak pemerintah membentuk tim investigasi independen. Tugas utama mereka melakukan engineering forensic untuk menyimpulkan penyebab serangkaian kecelakaan konstruksi tersebut yang bisa pada tahap perencanaan konstruksi, pelaksanaan konstruksi, atau pengawasan konstruksi. Sumber Katadata menyatakan faktor terakhir bisa jadi menyumbang peran besar, yaitu minimnya tenaga pengawas yang kompeten dalam memantau jalannya proyek.