Pelajaran Bangkit dari Keterpurukan Bisnis dari Sosok Hari Darmawan

Yuliawati
Oleh Yuliawati
12 Maret 2018, 19:20
Hari Darmawan
ANTARA FOTO/Wira Suryantala
Keluarga menata lilin dan foto di samping jenazah Hari Darmawan di Rumah Duka Kertha Semadi Denpasar, Minggu (11/3) dini hari.

Pendiri dan mantan pemilik Matahari Department Store, Hari Darmawan, meninggal dunia di Bogor pada Sabtu (10/3). Hari, 77, diduga terkena serangan jantung dan jatuh ke sungai Ciliwung di dekat villa yang tak jauh dari lokasi Taman Wisata Matahari, Jawa Barat.

Hari yang sekitar lima tahun terakhir tinggal di Bali, hampir setiap bulan menyempatkan diri untuk mampir mengunjungi Taman Wisata Matahari, bisnis yang dikelolanya sejak 2007. Dia berkunjung untuk mengecek dan mengikuti perkembangan bisnis wisatanya. Ketika berkunjung dia selalu tinggal di villa yang lokasinya dekat sungai, tak jauh dari area Taman Wisata Matahari.

Advertisement

“Rencananya Sabtu itu, Pak Hari kembali pulang ke Bali,” kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (APRINDO) Roy Nicholas Mandey yang menjadi juru bicara keluarga kepada Katadata, Senin (12/3).

Kepergian Hari tak hanya meninggalkan kenangan bagi istri, empat anak, beberapa orang cucu, sanak saudara dan para sahabat. Pengusaha yang memulai bisnis di masa era Sukarno meninggalkan pelajaran penting dan berharga. Bukan hanya bagaimana membangun bisnis hingga mencapai kejayaan, namun bagaimana bersikap saat menghadapi keterpurukan.

“Dia merupakan pengusaha sejati, mengajarkan keuletan, pengamatan dengan detil dan selalu menghargai proses,” kata Roy.

(Baca juga: In Memoriam: Mengenang Daoed Joesoef, “Dia dan Aku”)

Roy menceritakan kedekatannya dengan Hari bermula saat pendiri Matahari tersebut menjadi Ketua Umum Aprindo pada 2000-2004. Kemudian menjadi dewan penasihat Aprindo. “Dia dianggap sebagai guru para pebisnis retail, karena dia merupakan senior dan pelopor retail di Indonesia,” kata Roy.

Kisah keuletan Hari terlihat dari bagaimana dia membangun bisnisnya. Hari yang kelahiran Makassar, setelah lepas dari SMA merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Ayahnya, Tan A Siong, yang memiliki usaha produk pertanian sempat bangkrut.

Hari mulai pengalaman bisnisnya dengan membeli toko serba ada "Mickey Mouse", dari orang tua istrinya Anna Janti. Toko yang berukuran kecil di Pasar Baru tersebut berhasil dia kelola hingga berkembang pesat.

Untuk mengembangkan bisnisnya lebih besar, Hari membeli toko yang menjadi pesaingnya di Pasar Baru yang bernama De Zon pada 1968. Nama toko itu artinya The Sun atau Matahari. Belakangan dia pun menggantinya menjadi Matahari.

Lewat Matahari ini dia mengembangkan konsep departemen store pada 1972. Matahari tumbuh pesat, dan berhasil go-public di bursa saham pada 21 Desember 1992 dengan nama PT Matahari Putra Prima Tbk dengan skema backdoor listing. Empat tahun kemudian, Lippo Group membeli saham milik Hari dengan model penukaran saham (stock swap).

Dalam buku Filosofi Bisnis Matahari karya Kristin Samah dan Sigit Triyono, Hari mengungkapkan beberapa alasan menjual Matahari. Hari mengatakan alasan utamanya karena istrinya Anna Janti menderita sakit keras akibat gangguan psikopati, saraf, dan pengeroposan tulang, yang membutuhkan perawatan khusus di Singapura.

Halaman:
    Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

    Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

    Ikuti kami

    Artikel Terkait

    Video Pilihan
    Loading...
    Advertisement