Diatur Perpres, Alih Fungsi Sawah Harus Izin Menteri Agraria
Pemerintah bakal menerbitkan Peraturan Presiden tentang Percepatan Penetapan Lahan Sawah Berkelanjutan dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah dalam satu bulan mendatang. Perpres akan mengatur lebih ketat pengalihan fungsi lahan sawah di delapan provinsi.
Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) Budi Situmorang mengatakan melalui Perpres tersebut, pemerintah akan menetapkan lahan sawah yang ada di delapan provinsi sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Delapan provinsi tersebut yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Sumatera Barat, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Dengan menjadi LP2B, nantinya alih fungsi lahan sawah harus berdasarkan kepentingan bencana alam dan infrastruktur publik.
Jika alih fungsi tetap dilakukan, hal tersebut harus berdasarkan persetujuan dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). "Bukan tidak boleh diubah, tetapi lebih teratur. Ada ukuran-ukurannya sawah dikorbankan demi kepentingan ke depan," kata Budi di kantor Kementerian ATR/BPN di Jakarta, Senin (9/4).
(Baca juga: JK Kritik Mentan Terkait Pelibatan TNI dalam Sistem Cetak Sawah)
Pemerintah daerah juga nantinya diminta mempercepat pengintegrasian lahan sawah berkelanjutan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Pemerintah daerah pun diminta memberikan insentif terhadap lahan sawah yang telah ditetapkan sebagai LP2B.
Selain Perpres, pemerintah pun segera memperbaharui data LP2B per kabupaten/kota serta perhitungan alih fungsi lahan sawah menjadi non pertanian.
Budi menjelaskan pencegahan alih fungsi sawah ini mendesak karena setiap tahunnya lahan sawah di Indonesia berkurang 150 ribu hingga 200 ribu hektar. Alih fungsi lahan sawah tersebut paling banyak terjadi di wilayah Jawa dan kota-kota besar.
Berdasarkan data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), pada 2013, lahan sawah di Jawa mencapai 3,675 juta hektar atau hampir setengahnya dari total sawah di Indonesia sebesar 7,750 juta hektar.
Budi mengatakan, lahan sawah menjadi sasaran alih fungsi yang paling cepat karena dinilai mudah diolah. Selain itu, lahan sawah juga dianggap sebagai investasi yang menarik karena harganya murah.
"Sawah ini kan lahannya datar, punya air, dekat jalan, itu secara ekonomis menjadi lokasi yang sangat menarik bagi investasi. Padahal nilainya relatif lebih murah secara ekonomi," kata Budi.
Sementara, pemerintah daerah enggan untuk mempertahankan lahan sawah dengan menjadikannya LP2B. Menurut Budi, hal tersebut karena alih fungsi lahan dapat menjadi sumber pendapatan daerah yang potensial. "Pemerintah Daerah takut tidak mendapatkan pendapatan yang lebih besar," kata Budi.
Budi mengatakan, saat ini upaya pemerintah untuk mengkonversi alih fungsi lahan sawah tak bisa optimal. Sebab, penciptaan lahan cetak sawah rata-rata hanya sekitar 60 ribu hektar per tahun. Upaya tersebut juga terkendala karena lokasi cetak sawah jauh sehingga tak ada orang yang berminat.
(Baca : BPK Pertanyakan Status Lahan pada Program Cetak Sawah Kementan - TNI)