Harga Beras Variatif, Pedagang Akui Sulit Terapkan HET di Pasar
Pedagang Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) mengaku kesulitan mengikuti ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras yang ditetapkan pemerintah. Padahal, pemerintah sudah mewajibkan pedagang menerapkan HET mulai 1 April 2018.
Perbedaan harga jual yang dipatok di daerah pemasok serta sejumlah komponen biaya operasional yang ditanggung pedagang membuat mereka mesti menyesuaikan harga jual.
Pedagang UD Inti Murni, Momon, mengungkapkan saat ini pedagang masih menjual beras dengan mekanisme pasar. “Kami tidak bisa mengikuti HET karena harga beras cukup variatif,” katanya di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Selasa (17/4).
Contohnya, harga beras dari Karawang seharga Rp 8.400 per kilogram (kg) bakal dijual lebih tinggi dengan mempertimbangkan ongkos pekerja dan sewa lapak di pasar. Terlebih lagi, pedagang juga memiliki pelanggan yang sudah punya referensi beras yang disukai.
Hal lain yang menurutnya sulit menerapkan HET karena pedagang tidak bisa menyamaratakan harga beras hasil pembelian dari daerah yang berbeda. Panen raya pun menurutnya hanya memberikan pedagang pilihan sumber pasokan. “Harga sekarang aman karena banyak pilihan,” ujar Momon.
Dia juga megatakan HET justru akan merugikan petani karena hasil produksinya bermacam-macam. HET akan menjadikan harga pembelian dari petani setara, meski kualitas beras berbeda. Sehingga, harga beras kualitas buruk akan sama dengan yang kualitas bagus.
Pedagang beras lain dari UD Sumber Pangan, Luki mengungkapkan hal yang senada. Aturan HET yang ditetapkan Kementerian Perdagangan mensyaratkan standar beras medium dan premium. Sedangkan pada praktiknya penjualan beras di pasar berdasarkan pada selera konsumen membuatnya kerap kebingungan menjual beras sesuai HET.
(Baca : Mendag Minta Pedagang Ikuti HET Beras Mulai 1 April)