Lirik Investasi di Kuala Tanjung, Tiongkok Tawarkan Konsep Pelabuhan
Pemerintah Tiongkok menunjukkan ketertarikan berinvestasi dalam proyek pembangunan Kuala Tanjung Internasional Hub Port and Industrial Estate di Sumatera Utara. Perwakilan Kedutaan Tiongkok menemui Kementerian Perindustrian dengan menawarkan konsep pelabuhan samudera, agar dapat memanfaatkan Selat Malaka yang merupakan kawasan lintas perdagangan laut.
Penawaran ini tindak lanjut setelah pemerintah Indonesia melobi Tiongkok untuk berinvestasi di Sumatera Utara dalam rangkaian pertemuan Belt and Road Initiative (BRI) pada Jumat (13/4) di Beijing, Tiongkok. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Trikasih Lembong, mewakili pemerintah mengunjungi Tiongkok.
"Jadi kelihatannya Tiongkok akan mengajak Indonesia memanfaaatkan Selat Malaka yang begitu sibuk," kata Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI) Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan di kantornya, Jakarta, Selasa (17/4).
(Baca: Luhut Tawarkan Kawasan Industri Kuala Tanjung ke Tiongkok dan AS).
Putu mengatakan, Tiongkok tertarik berinvestasi di wilayah tersebut karena merupakan proyek tersebut merupakan pengembangan dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangke. Dengan adanya PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) (Inalum) di Kuala Tanjung, Putu meyakini jika kawasan industri di sana dapat berkembang.
Hanya saja, saat ini Tiongkok akan membuat kajian sebelum berinvestasi di wilayah tersebut. Jika investasi tersebut terlaksana, Putu menilai desain yang tengah dibuat oleh PT Pelabuhan Indonesia I (Pelindo) bersama operator pelabuhan asal Belanda, Port of Rotterdam di Kuala Tanjung masih dapat berubah.
"Karena konsepnya mereka mau buat pelabuhan samudera yang mengandalkan kawasan industri di pedalaman," kata Putu.
Putu berharap kajian tersebut dapat selesai ketika pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang pada Mei 2018. Sehingga perjanjian investasi proyek tersebut dapat ditandatangani ketika Presiden Joko Widodo berkunjung ke Tiongkok sekitar Juni-Juli 2018 mendatang.
"Nanti kunjungan Pak Presiden sudah ada yang ditandatangani, joint venture bisa mulai," kata dia.
(Lihat juga: 96 Perusahaan Tiongkok Bidik Peluang Investasi Energi di Indonesia).
Dalam lawatannya ke Tiongkok, selain menawarkan Kuala Tanjung, Luhut menawarkan beberapa proyek infrastruktur di Sumatera seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangke dan Kuala Namu International Airport and Aerocity dan Danau Toba MICE dan Pariwisata.
Sementara untuk wilayah Kalimantan Utara, proyek yang ditawarkan yakni pengembangan kawasan industri klaster smelter alumina dan alumunium dan klaster energi. Ada pula kawasan industri dan pelabuhan internasional Tanah Kuning. Masih di sektor energi, akan dikembangkan juga Pembangkit Listrik Tenaga Air Bulungan.
Wilayah investasi terakhir yang dijajakan ke Negeri Tembok Raksasa yaitu di kawasan Sulawesi Utara. Proyeknya seperti pembangunan Pelabuhan Internasional Bitung dan Kawasan Industri Bitung, dan Manado. Selain itu Lembe MICE dan sektor pariwisata di sana.
Rencananya, proyek-proyek tersebut akan melalui skema pembiayaan alternatif, di antaranya pendanaan campuran (blended finance) dan kerja sama antara pemerintah dan swasta (public private partnership). “Skema itu sekarang berkembang. Seperti LRT yang di Jakarta tinggal dibiayai pemerintah 25 persen dari APBN. Sisanya kami peroleh dari market,” kata Luhut.
Hadirnya Luhut dalam Belt and Road Initiative ini merupakan kali kedua. Pertengah Mei tahun lalu, Luhut juga datang ke Tiongkok untuk agenda yang sama. Ketika itu, Indonesia menawarkan sejumlah proyek infrastruktur senilai US$ 201,6 miliar atau sekitar Rp 2.700 triliun. Proposal proyek tersebar di tiga provinsi, yakni Sumatera Utara, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Utara.
(Baca juga: Mencari Peruntungan Kedua Dana Tiongkok di Jalur Sutera)