Menko Darmin: Fundamental Rupiah di Level Rp 13.500 per Dolar AS
Nilai tukar rupiah mengalami pelemahan hingga nyaris menyentuh Rp 14 ribu per dolar Amerika Serikat (AS) mulai Jumat (20/4). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan nilai fundamental rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berada pada level Rp 13.500-Rp 13.600.
Namun demikian, bila pasar terus mengkhawatirkan, rupiah dapat terus mengalami pelemahan. "Sebenarnya mungkin fundamentalnya ada di angka itu Rp 13.500- Rp 13.600. Tapi kalau situasi kemudian dipicu oleh omongan macam-macam, bisa saja dia bergerak sedikit ke sana dan ke sini," kata dia di Jakarta, Rabu (25/4).
Darmin mengatakan tidak ada yang membuat rupiah berubah secara signifikan. Adapun pelemahan terjadi akibat faktor eksternal. Salah satunya cuitan Twitter Presiden AS Donald Trump yang menuduh Rusia dan Tiongkok sebagai manipulator kurs. Hal ini dinilai membuat nilai tukar beberapa negara melemah.
"Tapi mestinya dasarnya tidak cukup untuk berlanjut, sehingga itu mestinya akan reda," katanya.
(Baca juga: Chatib Basri: Kontrol Harga BBM dan Risiko Utang BUMN Menekan Rupiah)
Darmin mengatakan, pemerintah akan menyehatkan fundamental ekonomi sebagai upaya untuk stabilisasi nilai tukar. Sementara intervensi akan dilakukan oleh Bank Indonesia.
Sementara itu Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Budi Santoso Sukamdani mengatakan ada kecenderungan importir dan eksportir menahan dolar sebagai efek psikologis. Padahal, ia menilai pelemahan rupiah yang hampir menyentuh level 14.000 tidak perlu dikhawatirkan.
"Itu sisi psikologis orang menahan, itu yang kita khawatirkan. Sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan. Kita dulu pernah Rp 18.000 bisa kembali menguat," ujarnya.
Dari pelemahan rupiah tersebut, ia mengatakan belum ada dampaknya kepada bisnis. Namu demikian, pelaku bisnis perlu mengubah biaya. "Dampak ke bisnis belum ada. Kami akan jaga harga tidak naik," kata dia.
Di kesempatan yang berbeda Haryadi mengatakan pemerintah pun tak perlu panik atas terjadinya pelemahan rupiah ini lantaran telah lama diprediksi.
Menurutnya, pelemahan rupiah salah satunya terjadi karena faktor eksternal, yakni kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed) yang menargetkan kenaikan suku bunga hingga empat kali.
Haryadi pun meminta pemerintah memanfaatkan momen depresiasi ini untuk menggenjot ekspor dari industri lebih banyak. Sebab, hasil ekspor nantinya bisa menjadi tambahan cadangan devisa bagi pemerintah.
Sebelumnya, ekonom Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya ialah kecenderungan importir untuk memegang dolar sebelum dolar bertambah mahal.
(Baca juga: Gubernur BI Jelaskan 3 Faktor Dalam Negeri Penyebab Rupiah Melemah)
Selain itu, Bhima mengatakan investor berspekulasi terkait kenaikan bunga dana Bank Sentral AS pada rapat 1-2 Mei 2018 mendatang. Spekulasi tersebut membuat arus dana asing keluar (capital outflow) dari pasar saham mencapai Rp 7,99 triliun dalam satu bulan terakhir.
Bhima memperkirakan, permintaan dolar AS naik pada triwulan II 2018 karena emiten secara musiman membagikan dividen. Investor di pasar saham sebagian besar adalah investor asing sehingga mengonversi hasil dividen rupiah ke dalam mata uang dolar.
Mengacu pada data Bloomberg, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot berada pada level 13.921 atau melemah 0,23% dibandingkan penutupan hari sebelumnya. Nilai tukar rupiah pada hari ini terpantau pada level 13.880-13.924.