Struktur Biaya Produksi Gabah Didominasi Tenaga Kerja dan Sewa Lahan
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Survei Struktur Ongkos Usaha Tanaman Padi 2017 sebesar Rp 2.926,05 per kilogram. Survei dilakukan kepada 165.885 sampel rumah tangga padi di 34 provinsi pada 1 Mei-30 Juni 2017.
Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan BPS Hermanto menyatakan tenaga kerja dan sewa lahan berkontribusi paling besar terhadap struktur biaya produksi gabah petani. Tenaga kerja menyumbang Rp 1.427,53 atau sekitar 48,79% terhadap struktur biaya produksi gabah, seadangkan sewa lahan mencapai Rp 749,32 atau 25,61%. “Kami meneliti kontribusi kedua komponen mencapai 74,4%,” kata dia di Jakarta, Jumat (4/5).
(Baca : Harga Gabah Petani Turun, BPS Sebut Beras Impor Disimpan di Gudang)
Sementara itu, komponen lain seperti pupuk menyumbang komponen biaya produksi terbesar ketiga sebesar Rp 275,79 atau 9,43%, kemudian diikuti pestisida Rp 122,91 atau 4,20%, bibit menyumbang sebesar Rp 111,00 atau 3,79%, bahan bakar dan alat mekanik Rp 113,66 atau 3,88%, serta keperluan lain mencapai Rp 125,84 atau 4,30%.
Hermanto mengatakan biaya produksi gabah dan beras di Indonesia masih cukup tinggi. Survei BPS mencatat harga gabah di tingkat produsen sebesar Rp 3.960 per kilogram, karena 74,28% petani lebih memilih menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul.
Pengumpul kemudian akan menimbang harga sesuai kualitas padi dan mekanisme pasar. Kebijakan pemerintah yang menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015 senilai Rp 3.700 per kilogram pun rupanya masih berada di bawah harga produsen.
Sementara itu, jika dihitung secara keseluruhan nilai produksi gabah per hektare mencapai sebesar Rp 18,51 juta. Dengan biaya produksi sebesar Rp 13,56 juta, maka pendapatan petani hanya sebesar Rp 4,95 juta per musim tanam.