Pembahasan Harga Khusus Gas untuk Pembangkit Listrik Jalan di Tempat
Rencana pemberlakuan harga khusus gas bumi untuk pembangkit listrik dalam negeri sampai saat ini belum bisa terealisasi. Padahal, jika kebijakan ini diterapkan harapannya bisa membuat tarif dasar listrik lebih murah.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andy Noorsaman Sommeng menilai rencana kebijakan yang dilontarkannya itu ‘bertepuk sebelah tangan’. Padahal Menteri ESDM Ignasius Jonan menginginkan agar kebijakan itu cepat terealisasi.
Meski begitu, Sommeng belum mau merinci kendala dalam pembahasan kebijakan itu. “Belum ada pembicaraan lebih lanjut. Karena kan ada orang menganggap tidak ada Domestic Market Obligation (DMO) untuk gas, adanya crude,” kata dia di Jakarta, Kamis (17/5).
Yang jelas, menurut Sommeng, idealnya harga gas dalam negeri untuk pembangkit hanya US$ 7 per mmbtu. Dengan harga gas sebesar itu, seharusnya di mulut sumur hanya US$ 3 hingga 3,5 per mmbtu.
Patokan harga itu juga sebenarnya tidak mengganggu kegiatan hulu migas, apalagi bagi kontraktor sudah beroperasi selama 30 tahun. Alasannya, aset tetap kontraktor sudah terbayar selama kurun waktu 30 tahun itu.
Harga khusus ini, kata Sommeng juga sebenarnya merupakan amanat dari peraturan yang ada seperti Undang-undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi. “Kalau untuk kepentingan listrik diutamakan,” kata dia.
Namun, Sommeng meminta PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) segera bernegosiasi secara bisnis yang wajar (business to business/b to b) dengan penghasil gas atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk mempercepat prosesnya.
(Baca: Pemerintah Akan Patok Harga Gas untuk Pembangkit Listrik)
Kebijakan harga khusus itu diharapkan bisa menurunkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) dari PLN. Sehingga bisa berdampak kepada masyarakat sebagai konsumen listrik. "Mimpi saya harga listrik turun," kata Sommeng.