Mengukur Keampuhan Ekonomi Setelah BI Menaikkan Bunga Acuan

Rizky Alika
19 Mei 2018, 06:00
Pertumbuhan Perkantoran New
Donang Wahyu | KATADATA

Kejatuhan nilai tukar rupiah dalam dua pekan terakhir menjadi salah satu pertimbangan bank sentral menaikkan suku bunga acuan. Begitu juga dengan rencana bank sentral Amerika Serikat untuk menaikkan kembali Fed Fund Rate. Kamis kemarin, rapat dewan gubernur (RDG) Bank Indonesia pun menetapkan BI 7 Days Repo Rate naik 25 basis poin (bps) ke level 4,50 persen. Keputusan ini menuai respons beragam, termasuk dampak pada pertumbuhan ekonomi

Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menyatakan ada sejumlah efek berganda dari peningkatan suku bunga acuan tersebut, terlebih bila bank sentral kembali menaikkannya dalam tahun ini. Misalnya, pertumbuhan kredit perbankan akan tertekan di bawah 9 persen. (Baca: Hingga Pertengahan Mei 2018, Kredit Perbankan Tumbuh 8,8%).

Ramalan laju kredit satu digit ini bahkan berlangsung hingga tahun depan. Tak ayal, target pemerintah dan perbankan agar kredit makin bergairah hingga di atas 12 persen sulit tercapai. Sebab, kenaikan suku bunga acuan akan ditransmisikan ke bunga kredit.

Menurut Bhima, pelaku usaha dalam kondisi tersebut akan lebih menahan pinjaman baru karena biaya dana (cost of fund) relatif mahal. “Mungkin tetap pinjam tapi sekadar kredit modal kerja jangka pendek bukan kredit investasi,” ujarnya.

Efek lanjutan dari minimnya pencairan kredit ini akan berpengaruh pada laju ekonomi seiring tak kencangnya industri dalam berekspansi. Karena itu, Bima memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan kontraktif dengan laju 5,1 – 5,2 persen. “Sulit mencapai 5,4 persen,” ujar Bhima. Angka 5,4 persen merupakan target pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018. (Baca: Kerek Bunga Acuan, BI Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Tetap 5,1-5,5%).

Sedikit berbeda, Ekonom Asian Development Bank (ADB) Institute Eric Sugandi mengatakan pertumbuhan ekonomi dua tahun ke depan tidak terlalu terganggu oleh kenaikan suku bunga acuan. Ekonomi tahun ini diramal melaju 5,2 – 5,3 persen, sedikit lebih tinggi daripada 2017.

Dari sisi moneter, hal ini didukung oleh kebijakan pelonggaran moneter BI yang cukup banyak. “Bukan hanya via instrumen suku bunga tapi juga Giro Wajib Minimum (GWM) dan Financing to Value (FTV),” kata Eric. (Baca: BI Perlonggar Giro Wajib Minimum, Bank Bisa Perbesar Keuntungan).

Kebijakan tersebut sudah memfasilitasi sisi suplai kredit. Hanya saja, dari sisi permintaan memang belum tumbuh kuat karena perusahaan belum agresif mengambil pinjaman. Jadi, Eric menyimpulkan, kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin pada tahun ini tidak memiliki dampak banyak.

Dalam hitungan Eric, idealnya, BI 7 Days Repo Rate 1 – 1,5 persen dari laju inflasi tahunan. Karenanya, dia memperkirakan bank sentral akan kembali mengerek suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin ke 4,75 persen pada rapat dewan gubernur (RDG) bulan depan. Level tersebut diperkirakan akan bertahan sampai akhir tahun ini. Hal tersebut juga untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika, Fed Fund Rate, lebih dari tiga kali sepanjang 2018.

Halaman:
Reporter: Ihya Ulum Aldin
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...