KKP Minta Pembatasan Asing dalam Perikanan Tangkap Masuk Revisi UU
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengusulkan agar pembatasan izin pemodal asing dalam perikanan tangkap dapat diperkuat dalam Revisi Undang-Undang Nomor 45 tentang Perikanan. Pasalnya, aturan itu sebelumnya baru tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Negatif Investasi (DNI) .
Penataan izin perikanan tangkap telah membuahkan hasil yang memuaskan, salah satunya berupa meningkatnya pasokan ikan lestari sebanyak 12,51 juta ton.
“Semua yang peraturannya masih dalam Peraturan Menteri atau Peraturan Presiden akan kami angkat ke permukaan dan diusulkan menjadi UU,” kata Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Sjarief Widjajadi Jakarta, Senin (21/5) malam.
Menurutnya, hasil perikanan tangkap Indonesia sudah seharusnya menjadi milik nelayan lokal sesuai dengan amanatUUD 1945. Sebab, pada UU Perikanan sebelumnya hasil tangkapan ikan seluruhnya masih diperbolehkan untuk asing. Sehingga, investasi dalam perikanan tangkap semestinya berasal dari dalam negeri, bukan modal asing atau luar negeri.
(Baca : Revisi UU Perikanan, KKP Minta Aturan Penenggelaman Kapal Diperkuat)
Lebih lanjut, Sjarief juga mengatakan bahwa untuk proses penangkapan ikan seharusnya juga menggunakan kapal buatan Indonesia. Sementara hasil tanggkapan ikan dapat diolah di dalam negeri. Dengan begitu, sektor perikanan nantinya dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan menyerap banyak tenaga kerja.
Dia juga menyarankan agar investasi asing sebaiknya lebih banyak diarahkan ke sektor hilir untuk menciptakan nilai tambah seperti pada industri pengolahan, pemasaran, distribusi, penyimpanan dan budidaya.
Ketua Komisi Perikanan dan Kelautan Dewan Perwakilan Rakyat Edhy Prabowo pun membenarkan bahwa regulasi perikanan memang seharusnya lebih diarahkan untuk mendorong investasi dalam negeri. Detail seperti mekanisme sistem perizinan dan kepemilikan akan diperhatikan oleh DPR. Alasannya, perikanan Indonesia saat ini masih didominasi oleh nelayan kecil.
Sementara Wakil Ketua Umum Kadin bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto juga setuju bahwa perubahan UU mesti dibuat untuk menggerakan iklim usaha dalam negeri dan mensejahterakan nelayan lokal.
“Selama untuk kesejahteraan nelayan dan stakeholder lokal, Kadin setuju aturan pemerintah,” kata Yugi.
Kadin juga mendorong penggunaan teknologi pada sektor perikanan salah satunya melalui Keramba Jaring Apung yang memakai standar teknologi Norwegia.
(Baca Juga : Soroti Kebijakan Susi, Luhut: Masak Moratorium Bertahun-Tahun)
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pernah mendapat tanggapan berbeda terkait kebijakan moratorium izin kapal penangkap ikan eks asing, termasuk larangan bagi pengusaha asing menangkap ikan di perairan Indonesia dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Moratorium ini diyakini sempat membuat ketegangan hubungan antara Luhut dengan Susi.
Menurut Luhut, Susi sudah seharusnya mengevaluasi kebijakan moratorium izin kapal penangkap ikan yang sudah berlangsung sejak 2015. Selain itu, secara tersirat dia pun mendukung adanya pemberian izin bagi pengusaha asing dengan alasan kapasitas penangkapan oleh pengusaha dan nelayan lokal belum optimal.
Luhut juga mengatakan, pengembangan industri perikanan dan upaya pemberantasan tindakan illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF) harus berjalan secara bersamaan. Jadi, tanpa moratorium pun, pengawasan terhadap kegiatan penangkapan ikan harus dilakukan.
“Biarkan Bu Susi mempersiapkan perangkatnya sehingga saat moratorium dibuka, pelanggaran bisa ditangkal,” katanya.
Lebih lanjut, Luhut mengapresiasi upaya memberantas IUUF yang telah dilakukan KKP. Apalagi, tindakan pelanggaran itu tidak akan pernah selesai. Kapal-kapal pencuri ikan masih menunggu kesempatan untuk mencuri ikan di Indonesia.
Umumnya, kapal-kapal pencuri bersembunyi di perairan asing di dekat perbatasan Indonesia. “Bu Susi sudah bekerja keras,” ujarnya.