Koalisi LSM Soroti Struktur Bisnis Kayu Grup Sinar Mas
Koalisi beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengadakan riset yang menyoroti struktur bisnis kayu milik Sinar Mas Grup. Sebanyak 27 perusahaan yang diklaim sebagai pemasok kayu independen untuk Asia Pulp & Paper (APP) diduga memiliki afiliasi terhadap Sinar Mas Grup.
Selain itu, hasil penelitian juga mengungkapkan pejabat atau mantan pejabat anak usaha Sinar Mas Grup memiliki jabatan strategis di perusahaan pemasok tersebut.
Sinar Mas Grup merupakan induk usaha dari APP yang mengoperasikan tiga pabrik pulp berskala besar di bawahnya, yakni PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk, PT OKI Pulp & Paper Mills, dan PT Lontar Papyrus & Paper Industry.
Dugaan ini berasal dari laporan penelitian yang diterbitkan sejumlah lembaga nirlaba yang tergabung dalam Koalisi Anti-Mafia Hutan, seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), World Wildlife Fund (WWF), Walhi, Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesia Budget Center (IBC), Elsam, Auriga Indonesia, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari, Hutan Kita Institute (HAKI), Pusako FHUI, dan Integritas pada Rabu (30/5).
(Baca juga: Paradise Papers Ungkap Modus Perusahaan Cangkang Sukanto Tanoto)
Dalam laporan bertajuk "Tapi, Buka Dulu Topengmu: Analisis Struktur Kepemilikan dan Kepengurusan Perusahaan Pemasok Kayu APP di Indonesia" disebutkan 24 dari 27 perusahaan pemasok kayu independen itu terindikasi memiliki keterkaitan lantaran terdaftar berkantor di Plaza BII Jakarta dan Wisma Indah Kiat. Plaza BII merupakan Kantor Pusat Sinar Mas Group, sementara Wisma Indah Kiat adalah lokasi pabrik kertas APP di Tangerang, Banten.
"Ada 24 perusahaan yang saling terhubung di antara 27 perusahaan yang disebut sebagai pemasok independen APP," kata peneliti Auriga Sahrul Fitra di kantor YLBHI, Jakarta, Rabu (30/5).
Selain itu, hasil penelitian mengungkapkan pemegang saham, komisaris, dan pengurus dari 24 perusahaan pemasok kayu merupakan pejabat atau mantan pejabat di anak usaha Sinar Mas Grup. Hal ini salah satunya terungkap lantaran kepemilikan saham mayoritas dan minoritas di 24 perusahaan tersebut mengalir ke 22 perusahaan induk mereka.
Dari 22 perusahaan induk ini, kepemilikan saham berujung kepada delapan nama. Tujuh dari delapan nama tersebut diduga masih atau pernah menjabat posisi tertentu pada perusahaan yang dikendalikan Sinar Mas Grup, seperti PT Wirakarya Sakti atau PT Arara Abadi.
"Kedua perusahaan ini memiliki konsesi HTI besar yang diakui APP sebagai miliknya," kata Sahrul.
(Baca juga: Perusahaan Sukanto Tanoto Akhirnya Dapat Izin dari Kementerian LHK)
Terdapat pula 16 nama yang menjabat sebagai komisaris dan direktur di 24 perusahaan tersebut pernah atau masih memiliki posisi tertentu di anak usaha Sinar Mas Group. Sahrul mencontohkan, nama-nama ini menjabat sebagai kepala urusan pajak perusahaan, kepala penetapan biaya, dan direktur layanan pengelolaan kontrak di Sinar Mas Forestry.
Menurut Sahrul, dugaan yang ditemukan koalisi ini patut diwaspadai sebagai praktik atas nama (nominee structure). Praktik ini bisa saja dipakai untuk mengakali batasan kepemilikan asing di perusahaan pada investasi tertentu.
Selain itu, nominee structure rentan digunakan untuk menyembunyikan identitas pemilik manfaat (beneficial ownership) dari aset ekonomi perusahaan. Praktik nominee structure sendiri dilarang dalam Pasal 33 ayat 1 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
"Rasanya tidak masuk akal pemilik saham jadi karyawan di perusahaan lainnya. Ada potensi untuk memalsukan informasi perpajakan kalau dengan struktur seperti ini," kata Sahrul.
Perusahaan cangkang di suaka pajak
Selain adanya afiliasi tersebut, koalisi juga mengungkapkan bahwa saham dari PT Purinusa Ekapersada dimiliki lima anggota keluarga klan Widjaja, pendiri Sinar Mas Group serta 20 perusahaan cangkang di negara suaka pajak. Purinusa Ekapersadan berperan sentral dalam struktur korporat APP karena menjadi pemegang merek.
Selain itu, Purinusa Ekapersada merupakan badan hukum yang dipertimbangkan sebagai penandatangan perjanjian pengakhiran disasosiasi antara APP dengan Forest Stewardship Council.
Dalam laporan koalisi, 13 perusahaan cangkang yang mendapatkan saham dari Purinusa Ekapersada berada di British Virgin Island. Sementara, tujuh perusahaan berada di Mauritius, Jepang, dan Belanda.
"Pemilik manfaat utama perusahaan-perusahaan di negara suaka pajak ini belum diketahui hingga laporan diselesaikan," kata Sahrul.
Untuk itu, koalisi meminta pemerintah mendesak APP dan Sinar Mas Grup untuk mengungkapkan struktur perusahaan dan pemilik manfaat (beneficial ownership) dari semua konsesi HTI dan izin kehutanan lainnya di bawah kendali kelompok.
Terlebih, saat ini pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 yang mewajibkan perusahaan mengumumkan penerima manfaat (beneficial ownership).
Ketika dikonfirmasi Katadata.co.id, Direktur Pelaksana Grup Sinar Mas Gandhi Sulistiyanto enggan memberikan komentar. Dia menyarankan menghubungi Direktur APP Sinar Mas Suhendra Wiriadinata. Namun, Suhendra hingga kini belum memberikan konfirmasi.
Adapun Managing Director APP Sinar Mas Goh Lin Piao, menngatakan APP Sinar Mas akan memberikan tanggapan resmi terhadap paparan KAMH segera setelah mempelajari kebenaran tuduhan tersebut.
"Kami menyesalkan keputusan KAMH yang memposisikan hal ini sebagai isu media, daripada menyampaikannya langsung kepada kami untuk mendapatkan klarifikasi dan konfirmasi atas tuduhan tersebut" kata Goh Lin Piao.
Ketua YLBHI Siti Rahma Mary menilai hal tersebut diperlukan untuk membangun akuntabilitas perusahaan khususnya di bidang sumber daya alam. Rahma mengatakan, akuntabilitas perusahaan di bidang sumber daya alam akan membantu upaya penanggulangan kerusakan lingkungan, membatasi konflik atas perusahaan dan masyarakat, serta meningkatkan kinerja penerimaan pajak.
"Patut ditelusuri praktik ini apakah berdampak ke pemasukan ke kas negara, apakah menimbulkan kerugian akibat hilangnya pendapatan negara," kata Rahma.
Rahma juga meminta agar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan pemeriksaan terhadap struktur usaha Sinar Mas Grup. Menurut Rahma, terungkapnya nominee structure melalui pemasok independen APP dan Sinar Mas Group ini terindikasi sebagai praktik kepemilikan saham silang, integrasi vertikal, dan berpotensi melakukan penetapan harga terhadap pasokan serat kayu ke industri.
Rahma menuturkan, praktik tersebut telah dilarang berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999. "KPPU juga harus segera melakukan penindakan terhadap perusahaan-perusahaan yang terindikasi melakukan pelanggaran," kata Rahma.