Ekonom Sebut Kenaikan Harga Barang Impor Jadi Sumber Inflasi Mei 2018
Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan inflasi Mei pada Senin (4/6) ini. Para ekonom memprediksi tingkat inflasi bakal lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar 0,39% secara bulanan (month on month/mom), lantaran terjaganya harga beberapa komoditas pangan. Adapun salah satu penyebab inflasi yaitu barang impor yang mengalami kenaikan harga imbas pelemahan kurs rupiah.
Ekonom Senior Bank Mandiri Andry Asmoro memprediksi inflasi berada di level 0,33% (mom) atau 3,35% secara tahunan (year on year/yoy) dengan inflasi inti sebesar 2,78% yoy. Inflasi yang rendah disebabkan oleh relatif lebih stabilnya komponen harga pangan bergejolak (volatile foods).
"Hal ini terkait erat dengan terjaganya produktivitas dan pasokan stok bahan pangan seperti beras, daging ayam, telur ayam, dan bawang merah," kata Andry kepada Katadata.co.id, Senin (6/4). (Baca juga: Pemerintah Siap Terbitkan Aturan Penurunan HET Beras Medium)
Menurut dia, peran pemerintah dalam menjaga lalu lintas atau distribusi pangan, manajemen stok dan operasi pasar di berbagai daerah, serta penetapan harga eceran tertinggi (HET) berhasil dalam menjaga pergerakan harga pangan. Selain itu, bergesernya waktu panen raya ke bulan April menjadi penyebab lain terjaganya pasokan stok bahan pangan di bulan Ramadan tahun ini.
Ia menambahkan, terjaganya inflasi juga seiring belum adanya kenaikan berarti pada komponen harga yang diatur pemerintah (administered price). Hal itu seiring dengan komitmen pemerintah mempertahankan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik tahun ini.
Sementara itu, sumber inflasi yang terlihat jelas pada Mei adalah depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). "Ini memicu kenaikan harga barang impor (imported inflation)," kata dia.
Dengan tingkat inflasi Januari–Mei 2018 yang terus terjaga, Andry optimistis laju inflasi pada akhir tahun masih akan berada pada kisaran target Bank Indonesia (BI) yaitu 2,5-4,5%. "Kami memprediksi inflasi tahun 2018 akan sebesar 3,6% yoy," ujar dia.
Di sisi lain, Ekonom Bank Permata Josua Pardede memprediksi inflasi Mei lebih rendah lagi, yaitu hanya mencapai 0,23% (mom) atau 3,25% (yoy). "Lebih rendah dari bulan sebelumnya di 3,41% yoy," kata dia. Penggerak inflasi Mei berasal dari komponen volatile food dan administered prices.
Ia menjelaskan, harga beras kemungkinan terjaga dalam jangka pendek karena kebijakan impor sejak awal tahun, serta pengaruh musim panen pada Maret dan April. Menurut perhitungannya, beras, bawang putih, dan cabai mengalami deflasi pada Mei.
Namun, beberapa komoditas pangan lainnya disebut mengalami kenaikan harga seperti daging ayam, daging sapi, dan telur ayam. Hal itu seiring dengan meningkatnya permintaan komoditas tersebut selama puasa hingga menjelang Idul Fitri.
Sementara itu, komponen administered price juga berkontribusi terhadap inflasi di belakang tren kenaikan harga transportasi menjelang Idul Fitri. Meski begitu, efek kenaikan tarif listrik pada 2017 terhadap harga penjualan disebutnya sudah mulai normal.