BI Isyaratkan Kenaikan Bunga Acuan dan Penurunan Uang Muka KPR
Bank Indonesia (BI) kembali mengisyaratkan kenaikan suku bunga acuan (BI 7 Days Repo Rate) untuk mengantisipasi berlanjutnya kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed. Untuk meredam dampak besar kenaikan bunga acuan BI tersebut, bank sentral berencana merelaksasi Loan to Value (LTV) yang akan berdampak pada besaran uang muka kredit perumahan.
Kebijakan itu bakal ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG), pada 27-28 Juni 2018 mendatang. "Kebijakan lanjutan tersebut bisa berupa kenaikan suku bunga yang disertai dengan relaksasi kebijakan LTV untuk mendorong sektor perumahan," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dikutip dari keterangan pers, Selasa (19/6).
Kedua kebijakan itu, kata dia, merupakan upaya jangka pendek BI guna memperkuat stabilitas ekonomi, khususnya nilai tukar rupiah. Karenanya, ia membuka peluang kenaikan suku bunga acuan agar pasar aset keuangan tetap kuat dan menarik bagi investor, termasuk asing.
(Baca juga: Optimistis Tatap Ekonomi AS, The Fed Kerek Bunga Acuan Jadi 2%)
Perry menyampaikan, instansinya siap menempuh kebijakan lanjutan yang pre-emptive, front loading, dan ahead the curve guna menghadapi perkembangan baru arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve atau The Fed dan bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB).
Sebelumnya, The Fed menaikkan suku bunga acuan AS (Fed Fund Rate) sebesar 0,25% menjadi 1,75-2% pada pekan lalu. Selain itu, AS juga berpeluang mengerek Fed Fund Rate sebanyak dua kali lagi sepanjang tahun ini.
Sementara, BI lebih dulu menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,5% pada Mei lalu. Dengan begitu, BI berharap pasar keuangan Indonesia tetap menarik di mata investor.
Di sisi lain, Perry tak ingin kenaikan BI 7 Days Repo Rate berdampak pada perlambatan laju ekonomi. Untuk itulah ada wacana pelonggaran LTV yang berdampak bagi besaran uang muka yang harus dibayarkan saat mengajukan kredit. Dengan begitu, minat masyarakat untuk mengambil kredit di sektor perumahan, yang secara tidak langsung diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi, dapat terjaga.
(Baca juga: BI Diminta Tak Buru-buru Merespons Risiko Kenaikan Agresif Bunga AS)
Bauran kedua kebijakan ini diharapkan bisa menjaga keseimbangan antara stabilitas nilai tukar rupiah dan pertumbuhan ekonomi. "Selain itu, kebijakan intervensi ganda, likuiditas longgar, dan komunikasi yang intensif tetap dilanjutkan," ujar dia.
Perry optimistis, pasar keuangan yang dijaga baik akan membuat stabilitas ekonomi terjaga dan ekonomi tetap tumbuh. Untuk memastikan hal itu, ia menegaskan bahwa koordinasi antara BI dengan Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus dipererat.