Aturan Pelarangan Caleg dari Napi Korupsi Sah Sejak Diteken Ketua KPU
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Azhari menilai aturan mengenai pencalonan anggota DPR dan DPRD sah ketika sudah ditandatangani oleh Ketua KPU. Semenjak itu pula, Peraturan KPU sudah bisa berlaku untuk mengatur tata cara pencalonan anggota legislatif.
"Dalam pandangan kami, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) itu sah sejak ditandatangani oleh Ketua KPU dan sudah berlaku sejak saat itu," kata Hasyim di Jakarta, Jumat (22/6).
Dengan demikian, PKPU tak perlu menunggu Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengundangkannya agar bisa berlaku. Selama ini Menkumham Yasonna Laoly menolak mengundangkan PKPU pencalonan lantaran adanya norma terkait pelarangan calon legislatif (caleg) dari mantan narapidana korupsi.
Hasyim menilai penolakan Yasonna sebenarnya tak perlu. Sebab, tugas pengundangan yang dilakukan Yasonna seharusnya tak berkutat dengan substansi aturan.
(Baca : Kemenkumhan Tak Setujui Rencana KPU Larang Eks Koruptor Jadi Caleg)
Hal senada disampaikan Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari. Menurut Feri, PKPU seharusnya wajib diundangkan oleh Kemenkumham ketika sudah disahkan oleh KPU.
Kemenkumham, juga tak berwenang untuk menolak mengundangkan PKPU tersebut. Alasannya, KPU merupakan lembaga mandiri yang tidak bisa dipengaruhi institusi lain.
"Maka semestinya saat sudah disahkan melalui PKPU, dengan sendirinya lembaga yang ditugaskan wajib mengundangkan demi kepentingan publik agar mereka mengetahui apa yg dibuat oleh KPU," kata Feri.
Feri pun menilai PKPU dapat tetap berlaku meski Kemenkumham tak mengundangkannya. Hal ini dapat terjadi jika Kemenkumham tak menjalankan kewenangannya dalam jangka waktu 10 hari.
"Apabila kemudian KPU sudah melayangkan surat, maka dalam 10 hari dia sah," kata Feri.
(Baca juga: Tak Didukung Jokowi, KPU Kukuh Larang Mantan Napi Ikut Pileg)
Mantan Komisioner KPU Nafis Hadar Gumay juga mengaku heran dengan tindakan Yasonna yang enggan mengundangkan PKPU soal pencalonan anggota legislatif. Sebab, Kemenkumham sebelumnya telah mengundangkan PKPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Dalam aturan tersebut terdapat pula norma yang melarang calon anggota DPD berasal dari mantan narapidana kasus korupsi. Hadar menilai penolakan Yasonna menunjukkan dirinya tak konsisten menjalankan tugasnya sebagai Menkumham.
"Kalau ini ditolak maka ada inkonsistensi secara terbuka yang diperlihatkan oleh Menkumham," kata Hadar.
(Baca juga: KPU Klaim Berwenang Terbitkan Larangan Eks Napi Korupsi Jadi Caleg)
Sebelumnya, Menkumham Yasonna H. Laoly menyebut rencana Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang melarang mantan terpidana korupsi mengikuti Pemilu Legislatif, bertentangan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Yasonna kemungkinan tidak akan menandatangani PKPU yang telah diajukan KPU.
Yasonna menilai pelarangan mantan terpidana korupsi ikut Pileg akan membatasi hak asasi manusia (HAM). Menurutnya, pelarangan itu membuat mantan terpidana korupsi akan kehilangan hak politiknya. Padahal, seharusnya pencabutan hak politik seseorang hanya bisa dilakukan melalui putusan pengadilan ataupun UU.
Sebab menurutnya, PKPU bukanlah UU dan tingkatan PKPU bahkan masih berada di bawah aturan turunan UU, seperti Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden.
Dia pun beranggapan tiap lembaga seharusnya tak membuat aturan yang bertentangan dengan konstitusi dengan alasan memiliki kewenangan khusus. Jika kerap dilakukan, dia menganggap hal ini akan menjadi preseden buruk.