Pemerintah Diminta Waspadai Lonjakan Harga Beras di Semester II

Michael Reily
2 Juli 2018, 19:24
Pasar Induk Beras Cipinang
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Sejumlah calon pembeli memilih beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta, Senin (7/8).

Pengendalian pasokan dan harga pangan yang dilakukan pemerintah pada Juni 2018 sebesar menorehkan catatan inflasi terendah selama periode Lebaran sejak 6 tahun terakhir. Namun demikian, pengamat menilai pemerintah harus tetap waspadai pergerakan harga pangan yang berpotensi kembali meningkat pada semester II 2018.

Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengapresiasi langkah pemerintah yang berhasil menjaga inflasi. Namun demikian, dia memberi catatan kepada pemerintah terkait dua komoditas pangan yang masih berpotensi mengalami kenaikan  6 bulan ke depan seperti  harga beras dan ayam.

“Pada semester dua, harga bahan pangan perlu jadi perhatian untuk dikendalikan sebagai salah satu penyumbang terbesar inflasi,” kata Dwi kepada Katadata, Senin (2/7).

Berdasarkan histroris,  harga beras pada semester kedua 2017 meningkat pesat dari data harga Gabah Kering Panen (GKP). Asosiasi Bank dan Benih Tani Indonesia (AP2TI) mencatat harga satu kilogram GKP pada Mei 2017 sebesar Rp 3.894 per kilogram (kg) kemudian naik secara bertahap menjadi Rp 4.509 per kg pada Agustus dan Rp 4.908 per kg pada Oktober 2017.

Dwi pun menilai tren yang sama bakal terjadi pada semester II tahun ini. Karena, pada semester II  sebagian wilayah akan memasuki masa panen gadu sehingga produksi beras petani diprediksi bisa lebih sedikit dibandingkan ketika masa panen raya.

(Baca : Harga Ayam Diprediksi Kembali Normal Pekan Depan)

Catatan AP2TI, harga GKP per bulan Mei 2018 sebesar Rp 4.536 per kilogram. Oleh karena itu, pemerintah mesti mengambil langkah pengamanan pasokan. “Saya harap pemerintah mengambil langkah tepat dalam penyerapan, sehingga tidak perlu melakukan impor dari luar negeri,” ujar Dwi.

Setali tiga uang, harga daging ayam juga diperkirakan akan mengalami tren kenaikan hingga akhir tahun.  Penyebabnya,  selain karena pola produksi ayam tahunan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mempengaruhi kenaikan biaya produksi ayam, khususnya untuk pembelian pakan dan ayam indukan yang diimpor dari luar. 

Meski begitu, Dwi memperkirakan akan ada penurunan harga daging ayam pada bulan Agustus dan September.

(Baca: Pelemahan Rupiah Kerek Harga Ayam dan Telur)

Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian Agung Hendriadi sebelumnya mengatakan bahwa pemerintah akan tetap berfokus dalam ketersediaan produksi pada semester kedua. “Produksi kita masih mencukupi dan cadangan beras juga tersedia di Bulog,” kata Agung.

Prognosa Kementerian Pertanian dari 12  pasokan komoditas pangan pada semester kedua, hanya kedelai, kacang tanah, dan daging yang mengalami defisit. Sementara beras, jagung, minyak goreng, gula pasir, bawang merah, cabai besar, cabai rawit, daging ayam, dan telur ayam relatif mencatat surplus.

Prognosa Produksi dan Kebutuhan Pangan Juli-Desember (dalam ribu ton)

KomoditasPerkiraan ProduksiPerkiraan KebutuhanNeraca Domestik
Beras20.68315.0385.645
Jagung13.3008.6444.656
Kedelai8001.447-644
Kacang Tanah211329-118
Minyak Goreng17.2734.29412.979
Gula Pasir1.6081.56543
Bawang Merah709600109
Cabai Besar647532115
Cabai Rawit505319186
Daging Sapi dan Kerbau213328-115
Daging Ayam Ras1.7651.509256
Telur Ayam Ras858867119

Sumber: Kementerian Pertanian 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi atau indeks harga konsumen pada Juni 2018 sebesar 0,59%.  Inflasi bulanan pada masa lebaran ini merupakan yang terendah sejak 2012 lalu.

Kepala BPS Suhariyanto menyebutkan, inflasi pada lebaran 2012 yang jatuh pada Agustus sebesar 0,95%, begitu pun dengan Agustus 2013 yang sebesar 1,12%. Kemudian, lebaran 2014 hingga 2016 yang jatuh pada Juli, inflasinya masing-masing sebesar 0,93%, 0,93%, dan 0,69%. Lalu, inflasi Juni 2017 kembali sebesar 0,69%. Tahun ini, hari raya Idul Fitri jatuh pada 15 Juni 2018.

Pada Juni 2018, ikan segar dan tarif transportasi masih menjadi penyumbang terbesar inflasi. Lebih rinci, kenaikan tarif dan konsumsi transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 1,5% dibanding bulan lalu sehingga berkontribusi 0,26% terhadap total inflasi.

Kemudian, kelompok bahan makanan yang kenaikan harganya sebesar 0,88%, menyumbang 0,19% terhadap total inflasi. Yang paling dominan menyebabkan inflasi adalah ikan segar, dengan andil ke inflasi 0,08%. Lalu daging ayam ras yang andilnya 0,03%. Sisanya, disumbang oleh daging ayam kampung, daging sapi, kacang panjang, bawang merah, dan kelapa yang masing-masing andil ke inflasinya 0,01%. 

(Baca : Terendah Sejak 2012, Inflasi Lebaran pada Juni 2018 Sebesar 0,59%)

Meski beberapa komoditas harganya naik lantaran ada kenaikan permintaan saat lebaran, ada juga bahan pangan yang mengalami penurunan harga atau deflasi. Di antaranya, telur ayam ras dan cabe merah yang menyumbang deflasi masing-masing 0,03%. Serta, beras dan bawang putih yang menyumbang 0,01%. "Kesimpulannya, inflasi bahan makanan lebaran ini sangat terkendali," ujarnya.

Sebaliknya, inflasi dari harga yang diatur pemerintah (administered prices) pada Juni 2018 justru mencapai 1,38% dibanding bulan sebelumnya. Inflasi itu lebih tinggi ketimbang harga yang bergejolak (volatile food), termasuk harga bahan pangan, sebesar 0,9%. Bahkan, inflasi inti pada Juni 2018 pun hanya 0,24% dibanding Mei 2018.

Editor: Ekarina

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...