Pilkada Serentak 2018 Dinilai Tak Berhasil Dongkrak Ekonomi

Dimas Jarot Bayu
3 Juli 2018, 14:40
Pilkada Serentak 2018
ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Petugas dengan pakaian Tionghoa membantu warga memasukkan surat suara ke dalam kotak suara di TPS 04 Kecamatan Astana Anyar, Bandung, Jawa Barat, Rabu (27/6).

Perhelatan pemilihan kepala daerah atau Pilkada Serentak 2018  yang baru saja berlangsung dinilai tak mampu mendongkrak konsumsi masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi baik di daerah dan nasional. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyimpulkan hal itu  berdasarkan dari data inflasi pada Juni 2018 sebesar 0,59%.

Peneliti Indef Esa Suryaningrum mengatakan, inflasi bulanan pada Juni 2018 dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar 0,69%, pertumbuhannya cukup kecil. Namun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi pada Mei 2018 tercatat sebesar 0,21%. Dengan demikian, lonjakan kenaikan inflasi mencapai 0,38%.

"Meski inflasi relatif rendah dibandingkan tahun lalu, kami garis bawahi inflasi Mei ke Juni sangat tajam lonjakannya," kata Esa di Jakarta, Selasa (3/7).

(Baca juga : Terendah Sejak 2012, Inflasi Lebaran pada Juni 2018 Sebesar 0,59%)

Esa mengatakan, lonjakan tersebut lantaran harga di sektor transportasi dan bahan makanan tak dapat dikendalikan secara efektif. Inflasi di bidang transportasi meningkat cukup drastis pada Juni 2018 menjadi 1,50% dari bulan sebelumnya sebesar 0,18%.

Sementara, inflasi kelompok bahan makanan pada Juni 2018 menjadi 0,88% dari bulan sebelumnya sebesar 0,21%. Dengan lonjakan inflasi yang cukup tinggi ini, Esa justru menilai daya beli masyarakat justru melemah.

Dengan melemahnya daya beli,  membuat sektor konsumsi tak terpengaruh secara kumulatif. "Akibatnya pengaruh hari raya dan pilkada tidak dapat memberikan sumbangsih optimal terhadap pertumbuhan ekonomi triwulan II/2018," kata Esa.

Hal lain yang juga mempengaruhi adalah akibat masih tingginya dominasi impor. Esa mengatakan, rasio impor terhadap ekspor Indonesia pada 2018 sebesar 103,78%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan rasio tahun lalu yang hanya sebesar 91,23%.

Esa menilai dengan kondisi depresiasi rupiah saat ini, harga-harga barang, khususnya barang konsumsi tidak tahan lama, makanan dan minuman rumah tangga, serta BBM akan naik. Barang-barang tersebut kebanyakan merupakan produk hasil impor.

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...