BI Jaga Rupiah, Cadangan Devisa Diramal Turun ke Bawah US$ 120 Miliar
Bank Indonesia (BI) bakal mengumumkan posisi cadangan devisa per akhir Juni pada Jumat (6/7). Sejumlah ekonom memprediksi cadangan devisa turun ke bawah US$ 120 miliar lantaran besarnya kebutuhan intervensi pasar guna menjaga nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira memperkirakan cadangan devisa turun US$ 5-7 miliar dari posisi akhir Mei yang sebesar US$ 122,94 miliar. Ini artinya, cadangan devisa diramalkan berada di kisaran US$ 116-118 miliar.
Ke depan, cadangan devisa masih berisiko tergerus lantaran tekanan terhadap nilai tukar rupiah kemungkinan belum segera berakhir. "Seiring tekanan dari Fed Rate (bunga acuan AS) dan defisit perdagangan, rupiah diperkirakan bakal terus melemah," kata dia kepada katadata.co.id, Kamis (5/7).
(Baca juga: Industri Farmasi Paling Parah Kena Dampak Pelemahan Rupiah)
Adapun kenaikan bunga AS tercatat sebagai salah satu pemicu utama arus keluar dana asing dari pasar keuangan terutama negara-negara berkembang sepanjang tahun ini. Arus keluar tersebut membuat mata uang banyak negara berkembang melemah tajam terhadap dolar AS.
Bhima berpendapat, respons kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menaikkan tinggi bunga acuan total 1% sepanjang Mei dan Juni lalu tak akan cukup meredam arus keluar dana asing dan pelemahan nilai tukar rupiah. Alhasil, ia memperkirakan BI akan terus menggunakan cadangan devisa untuk intervensi dalam skala besar sampai akhir tahun.
(Baca juga: Sri Mulyani Beri Sinyal Rem Impor Buat Meredam Pelemahan Kurs Rupiah)
Hingga akhir Mei lalu, Bhima menilai cadangan devisa masih dalam posisi yang aman. Hal itu tercermin dari jumlahnya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan 7,2 bulan impor, di atas standar internasional yaitu tiga bulan impor.
Dalam perhitungannya, ia menyebut batas minimal cadangan devisa yang aman bagi Indonesia berkisar US$ 80-100 miliar. Hal itu dengan mempertimbangkan rasio cadangan devisa terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang di kisaran 14%. "(Cadangan devisa) kurang dari itu, ruang BI lakukan intervensi rupiah makin sempit," ujar dia.
Senada dengan Bhima, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah memperkirakan cadangan devisa berada di bawah US$ 120 miliar per akhir Juni. "Saya kira BI sudah kembali mempergunakan intervensi untuk menahan laju pelemahan rupiah," kata dia.
Ia mengatakan, selama ini, BI mencoba mengerek bunga acuan untuk mempertahankan pelemahan rupiah sekaligus menahan intervensi. Namun, peningkatan bunga acuan nyatanya tak mampu meredam pelemahan nilai tukar rupiah sesuai ekspektasi BI.
Ke depan, Piter memperkirakan BI harus lebih banyak menggunakan cadangan devisa untuk intervensi agar nilai tukar rupiah tidak terus melemah. Meski begitu, ia menekankan masyarakat tak perlu khawatir dengan penurunan cadangan devisa. Sebab, jumlah cadangan devisa masih aman. Ia memperkirakan, saat ini, cadangan devisa masih cukup untuk menutup kebutuhan impor dan pembayaran pokok dan bunga utang selama enam bulan.
Selain itu, fungsi cadangan devisa memang adalah untuk stabilisasi nilai tukar ketika ada shock global dan juga domestik. Menurut dia, informasi mengenai cadangan devisa tersebut perlu disosialisasikan BI secara intensif kepada masyarakat untuk meredam kekhawatiran.
Per Mei lalu, cadangan devisa tercatat sebesar US$ 122,94 miliar. Artinya, cadangan devisa telah susut US$ 9,04 miliar sejak Februari tahun ini. Sementara itu, nilai tukar rupiah masih terus bergejolak. Setelah sempat menguat di akhir Mei ke bawah 14.000 per dolar AS, nilai tukar rupiah kembali melemah di akhir Juni hingga saat ini berada di level 14.300-14.400 per dolar AS.