Badan Energi Internasional Peringatkan Bahaya Subsidi BBM ke APBN
International Energy Agency (IEA), meminta pemerintah berhati-hati ketika memutuskan kebijakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Alasannya subsidi BBM bisa memberatkan keuangan negara. Apalagi harga minyak dunia sedang naik.
Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol mengatakan jika pemerintah tidak memberikan subsidi di tengah harga minyak naik, konsumen akan terpukul karena harus membayar BBM lebih mahal. Di sisi lain, pemberian subsidi dapat memberikan tekanan bagi keuangan negara. “Setiap subsidi harus ditargetkan secara hati-hati," kata Fatih di Jakarta, Senin (16/7).
Selama ini, subsidi BBM di beberapa negara di Asia Tenggara (Association of South East Nations/ASEAN) cenderung lebih tinggi daripada Eropa. Dari data yang Fatih paparkan, tahun lalu subsidi energi di ASEAN mencapai US$ 200 miliar. Ini sedikit meningkat dibandingkan tahun 2016 yang masih dibawah US$ 200 miliar.
Menurut Fatih, masyarakat miskin memang masih membutuhkan subsidi. Namun, pemerintah Indonesia perlu mendesain mengenai skema pemberian subsidi.
Subsidi itu harus tepat sasaran untuk rakyat miskin. “Itu perlu didesain case by case. Harus sesuai target mengingat harga minyak dunia masih volatile,” ujar Fatih.
Tahun ini pemerintah menganggarkan subsidi energi Rp 94,55 triliun dalam APBN 2018. Perinciannya subsidi BBM, elpiji 3 kilogram (kg) Rp 46,86 triliun dan listrik Rp 52,66 triliun.
Pemerintah pun berencana menambah subsidi solar dari Rp 500 menjadi Rp 2.000 per liter. Tambahan subsidi ini karena harga minyak terus mengalami kenaikan.
Fatih memberikan beberapa rekomendasi lainnya kepada pemerintah Indonesia terkait kebijakan energi. Salah satunya pemerintah Indonesia perlu meningkatkan investasi di sektor energi.
Indonesia bisa mencontoh Tiongkok yang tahun lalu menjadi juara investassi hingga US$ 400 miliar. Investasi tersebut paling besar dari sektor ketenagalistrikan.
(Baca: Pemerintah Siapkan Tambahan Subsidi Solar meski Tak Ada APBNP)
Agar investasi masuk, pemerintah bisa memberikan kebijakan yang ramah investasi dan menjamin adanya stabilitas investasi. "Investor akan datang kalau yakin akan dapat return," kata Fatih.