Tumbang di Negerinya, Fintech Tiongkok Siap Serbu Indonesia?

Desy Setyowati
24 Juli 2018, 16:00
Fintech
Arief Kamaludin | Katadata

Sebanyak 80 perusahaan financial technology (fintech) yang mengusung skema peer to peer (P2P) lending  di Tiongkok mengalami gagal bayar sepanjang Juni 2018. Jumlahnya lalu bertambah menjadi 137 hingga pertengahan Juli 2018.

Bisnis fintech P2P lending di Tiongkok telah memiliki sekitar 50 juta pengguna terdaftar dengan perputaran uang mencapai US$ 192 miliar atau sekitar Rp 2.745,6 triliun. Namun, lemahnya pengawasan regulator dinilai membuat bisnis ini rawan praktik ponzi dan shadow banking.

Banyaknya fintech yang gagal bayar di Tiongkok kemudian membuat para investor buru-buru menarik uangnya. "Investor kehilangan kepercayaan pada beberapa fintech dan tidak tahu apakah perusahaan mampu bertahan," ujar Analis Macquarie Capital Dexter HSU dikutip dari Bloomberg, akhir pekan lalu.

(Baca juga: OJK: Penerapan Mata Uang Digital Masih Perlu Kajian)

Sebaliknya, segmen bisnis P2P lending di Indonesia tumbuh pesat. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kebutuhan pendanaan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mencapai Rp 1.700 triliun di Indonesia. Namun, perbankan hanya mampu membiayai Rp 700 triliun saja.

Kekurangan pendanaannya (funding gap) Rp 1.000 triliun itulah yang kini diincar oleh banyak pemain fintech. Direktur Asosiasi Fintech (Aftech) Indonesia Ajisatria Suleiman menyatakan, ada kemungkinan investor Tiongkok akan mengincar pasar Indonesia. "Itu bisa saja terjadi," katanya kepada Katadata, Selasa (24/7).

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...