Buntut Sengketa Hortikultura, AS Tuntut Ganti Rugi Rp 5 Triliun
Amerika Serikat (AS) menuntut ganti rugi kepada pemerintah Indonesia sebesarUS$ 350 juta atau setara Rp 5,06 triliun. Langkah itu ditempuh karena Indonesia dinilai gagal memenuhi putusan World Trade Organization (WTO) terkait impor produk hortikultura, hewan, dan produk hewan dalam Dispute Settlement 478.
Dalam dokumennya ke WTO, AS meminta otoritas Dispute Settlement Body (DSB) WTO untuk menjatuhkan sanksi terhadap Indonesia yang dianggap gagal mengikuti rekomendasi yang jatuh tempo pada 22 Juli 2018. AS menilai proteksi dagang yang dilakukan Indonesia dalam kebijakan non-tarif memberikan efek bagi perdagangan AS.
Atas kegagalan itu, maka AS pun meminta Indonesia dijatuhi sanksi sebesar US$ 350 juta, berdasarkan analisis data sebagai ganti rugi yang diterima pihak AS dalam penerapan aturan perdagangan yang dilakukan pemerintah Indonesia.
(Baca : Ikuti Rekomendasi WTO, Pemerintah Revisi Aturan Impor Hortikultura)
“AS akan memperbaharui angka ini setiap tahun, sejalan dengan perekonomian Indonesia yang terus berkembang,” tulis AS dalam dokumen tersebut.
Nilai US$ 350 juta merupakan perhitungan analisis data terhadap kerugian yang diterima AS dalam implementasi peraturan yang dilakukan Indonesia. Komoditas yang menjadi perhitungan AS antara lain apel, anggur, kentang, bawang bombay, bunga, jus, buah-buahan kering, hewan ternak, ayam, dan daging.
Sementara itu, New Zealand yang juga memenangkan kasus yang sama di WTO tidak memberikan sanksi terhadap Indonesia.
Padahal pemerintah Indonesia telah melakukan revisi regulasi impor produk hortikultura dan hewan, pasca digugat Amerika Serikat (AS) dan New Zealand dalam forum World Trade Organization (WTO).
WTO mengabulkan gugatan kedua negara dengan memberikan 18 rekomendasi yang harus diimplementasikan Indonesia dalam Dispute Settlement 477 dan 478 pada 22 November 2017. Atas gugatan tersebut, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menyatakan pemerintah siap menjalankan putusan sesuai rekomendas WTO.
“Kami sedang mendiskusikan waktu perubahan regulasi bisa diterapkan,” kata Oke, awal Mei lalu.
(Baca : Langgar Izin Impor, Kemendag Amankan Jeruk dan Apel Asal China)
Perubahan aturan juga akan disesuaikan dengan Peraturan Menteri yang ada di Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian.
Pemerintah AS sebelumnya mempermasalahkan sejumlah kebijakan perdagangan dan aturan impor produk hortikultura , seperti kebijakan penerapan kuota impor, pembatasan masa berlaku Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH), kewajiban realisasi izin impor serta masa panen produk yang diekspor ke Indonesia.
Sementara itu, beberapa ketentuan impor produk peternakan yang juga ikut dipermasalahkan AS antara lain mengenai jangka waktu penerbitan izin impor, kewajiban serap lokal, serta pembatasan jenis daging yang diperbolehkan masuk ke Indonesia.
Hal itu dinilai telah merugikan petani dan peternak di negara tersebut, karena berpotensi kehilangan peluang ekspor.
Aturan ini juga jadi perhatian Australia, Brazil, Kanada, Tiongkok, Uni-Eropa, India, Jepang, Norwegia, Paraguay, Singapura, dan Taipei menggunakan hak pihak ketiga.
(Baca Juga: Kementan Temukan Hama Penyakit Pada Bibit Bawang Putih Ilegal)