Menakar Ancaman dan Potensi di Balik Melambatnya Dana Infrastruktur

Ameidyo Daud Nasution
26 Agustus 2018, 06:00
Infrastruktur Tol Salatiga
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Keputusan Presiden Joko Widodo untuk mengerem laju belanja infrastruktur menuai beragam respons sejumlah kalangan. Di satu sisi, kebijakan tersebut menjadi sandungan bagi bisnis logistik. Di sisi lain, hal ini membuka potensi swasta untuk masuk proyek infrastruktur.

Dalam draft awal Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019, pemerintah hanya memasukkan belanja infrastruktur sebesar Rp 420,5 triliun. Meski naik dari tahun ini yang nominalnya Rp 410,4 triliun, namun ada penurunan rasio belanja infrastruktur dari 18,4 persen di APBN 2018 menjadi 17,2 persen saja.

(Baca juga: Kemenhub Gelontorkan Rp 2,5 T Kembangkan Infrastruktur di Selatan Jawa).

Bila sedikit diurai, dana Kementerian Perhubungan terpotong Rp 4 triliun, dari Rp 48,1 triliun menajdi Rp 44,1 triliun dalam pagu anggaran sementara tahun depan. Padahal, Kementerian ini mendapat beban cukup besar dalam membereskan ketertinggalan infrastruktur Indonesia.

Misalnya, sepanjang 2015 – 2019, beberapa target program yang mesti tercapai di antaranya pembangunan 3.258 kilometer jalur kereta. Namun, capaian pembangunan rel tahun lalu hanya 388,3 kilometer. Belum lagi target penurunan biaya logistik pemeruintah tahun depan menjadi 19 persen dari 20-25 persen tahun ini.

APBN TahunJumlah BelanjaBelanja Infarstruktur (Nominal)Belanja Infrastruktur (Rasio)
2015Rp 2.039,5 triliunRp 256,1 triliun12,5 %
2016Rp 2.095,7 triliunRp 269,1 triliun12,8 %
2017Rp 2.080,5 triliunRp 379,4 triliun18,2 %
2018Rp 2.220 triliunRp 410,4 triliun18,4 %
2019 (perkiraan)Rp 2.439,7 triliunRp 420,5 triliun17,2 %

Pelaku industri logistik juga melihat ada tantangan apabila pembangunan infrastruktur ditunda. Keandalan bisnis ini memang banyak bergantung kepada ketersediaan sarana penunjang, baik di laut, udara, dan darat. “Yang saya lihat berpotensi ditunda kereta api,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan  Pusat Asosiasi Logistik dan Forwarder (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi kepada Katadata.co.id, Jumat (24/8).

Kekhawatiran Yukki cukup beralasan mengingat infrastruktur merupakan satu dari enam komponen daya saing logistik. Oleh sebab itu, dia berharap anggaran yang tidak terlalu banyak berubah ini dapat digunakan untuk infrastruktur lainnya yang juga penting seperti teknologi informasi. “Tapi saya belum bisa bilang (langsung berdampak pada logistik), perlu dilihat lagi nanti,” ujarnya.

Sementara itu, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, dengan diremnya pertumbuhan belanja infrastruktur, beban keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan bertambah. Hal ini mulai terlihat sejak 2017 ketika pertumbuhan belanja infrastruktur dari APBN tidak banyak naik. Sebab, sumber dana BUMN  karya berasal dari pembiayaan komersial.

(Baca pula: BPJT Klaim Jalan Tol Tak Masuk Proyek yang Dihentikan Pemerintah).

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...