Otoritas Pajak Hendak Pantau Aktivitas Wajib Pajak di Medsos
Adiksi terhadap media sosial (medsos) berpotensi mengubah cara individu dalam mengkonsumsi dan menyebarluaskan informasi. Kondisi ini coba dimanfaatkan pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak (WP).
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) mengaku terus berupaya menyesuaikan regulasi dengan perilaku para WP. Saat ini, sedang disiapkan infrastruktur berbasis teknologi informasi (TI) untuk mencermati karakter seorang WP melalui aktivitasnya di media sosial.
Iwan Djuniardi selaku Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi DJP Kemenkeu mengatakan, rencana itu masih dalam tahap penyusunan.
"Arsitekturnya baru saya siapkan. Saya masih menjajaki data-data apa yang dilacak. Tidak mungkin semua data media sosial kita lacak. Itu terlalu besar investasinya," ujarnya ditemui usai Seminar Nasional Perpajakan, Jakarta, Rabu (29/8).
(Baca juga: Adopsi Teknologi, Pemerintah Permudah Pembayaran Pajak)
Menurut Iwan, media sosial merupakan sumber data yang sangat potensial. Sekalipun pelacakan aktivitas WP melalui jejaring daring kelak jadi dilakukan, pemerintah tak menerapkan ini kepada semua wajib pajak. Dengan kata lain, pelacakan data dari dunia maya hanya untuk kasus tertentu.
Aktivitas individu yang akan menjadi objek pemantauan otoritas pajak, misalnya lingkaran pertemanan di media sosial maupun opini personal yang dipublikasikan di dalamnya. Selain itu, mungkin akan dicermati pula gambaran mobilitas sehari-hari si wajib pajak.
DJP tidak tebang pilih kepada WP lama maupun baru selama negara membutuhkan informasi komprehensif tentang mereka. Yang pasti, seorang wajib pajak baru tak lantas disepelekan. "Kalau si WP baru ternyata dia terlibat kasus penipuan, kami treat high risk jadi sistem bisa lihat," ujar Iwan.
Monitoring oleh otoritas pajak melalui media sosial ini tidak terbatas kepada wajib pajak bandel maupun mereka yang patuh. Iwan berpendapat, informasi terkait perilaku WP di dunia maya diperlukan untuk memastikan regulasi yang dibuat dapat mengakomodir berbagai dinamika di lapangan.
Jejaring daring akan coba dimanfaatkan pula untuk melihat respon publik sebelum mengeluarkan kebijakan. Dengan demikian, DJP dapat melihat pro dan kontra yang muncul sebelum peraturan dirilis, sehingga dapat dibuat langkah antisipasinya. Selain medsos, otoritas juga akan memanfaatkan big data.