Polmark: Kemenangan Pilpres Ditentukan Dukungan Generasi Millenial
Lembaga riset Polmark Indonesia menilai generasi millenial bakal mempengaruhi kontestasi politik dalam Pemilu Serentak 2019. Polmark menilai pemilih di Indonesia dengan rentang umur 19-35 tahun bakal mendominasi.
Direktur Riset PolMark Indonesia Eko Bambang Subiyantoro mengatakan, saat ini mayoritas pemilih di Indonesia berasal dari generasi millenial. Catatan Polmark, setidaknya ada 82 juta generasi millenial di Indonesia. Jumlah tersebut mencapai 31,28% dari total penduduk sebanyak 262 juta jiwa.
Dengan dominasi generasi millenial tersebut, Eko menilai partai politik dan para kandidat dalam Pemilu 2019 harus mampu mengorientasikan dirinya kepada pemilih dari generasi millenial.
"Memenangkan Pemilu 2019 untuk sebagian besar bermakna memenangkan aspirasi generasi millenial," kata Eko di Sofyan Hotel, Jakarta, Rabu (29/8).
(Baca juga: Jokowi dan Sandi Saling Berebut Suara Milenial di Pilpres 2019)
Telepon genggam jadi alat komunikasi
Menurut Eko, dominasi generasi millenial membuat partai politik dan para kandidat harus pula mempertimbangkan peran komunikasi digital dalam Pemilu 2019. Sebab, mereka memiliki karakteristik untuk berekspresi dan berinteraksi dengan lingkungannya melalui media sosial.
Terlebih lagi, saat ini penggunaan alat komunikasi personal semakin tinggi. Survei provinsi Polmark menyatakan sebanyak 51,5% masyarakat di Jawa telah menggunakan telepon genggam. Sementara 13,8% masyarakat di Jawa telah menggunakan telepon pintar (smartphone).
Hanya 26,6% masyarakat di Jawa yang mengaku belum menggunakan telepon genggam maupun smartphone.
Begitu juga dengan karakteristik masyarakat Sumatera. Sebagian besar atau sebanyak 58,5% telah menggunakan telepon genggam dan hanya 16,7% yang menggunakan smartphone.
(Baca juga: CEO Go-jek dan Bukalapak Diajak Gabung Tim Kampanye Jokowi-Ma'ruf)
Hanya 15,3% yang mengaku belum menggunakan telepon genggam maupun smartphone. "Hampir 50% ke atas, masyarakat kita di generasi ke depan akan menggunakan alat komunikasi pribadi," kata Eko.
Dengan meningkatnya penggunaan alat komunikasi pribadi, akses publik terhadap media melalui internet pun semakin tinggi. Di Jawa, 11,4% masyarakatnya mengklaim telah mengakses media melalui internet.
Sementara, ada 13,2% masyarakat di Sumatera yang telah mengakses media lewat internet. "Televisi memang masih menjadi favorit diakses masyarakat, tapi posisi internet telah mengalahkan media cetak dan radio," kata Eko.
Televisi masih menjadi media paling efektif
Meski masyarakat sebagian besar telah menggunakan telepon genggam, namun televisi masih menjadi media kampanye yang paling efektif dalam meningkatkan popularitas dan elektabilitas. Posisi selanjutnya ditempati oleh pemasangan spanduk, dialog tatap muka, dan dialog di televisi. Media sosial menyusul bersama pemberitaan di koran pada posisi setelahnya.
Untuk menaikkan popularitas di Jawa, 69,8% disumbang oleh televisi, 7% spanduk, 3,6% dialog tatap muka, dan 2,9% dari berita serta informasi di media sosial. Di Sumatera, 61,2% masyarakat menilai popularitas paling efektif ditingkatkan melalui televisi, 11,9% spanduk, 4% dialog tatap muka, dan 2,7% dari media sosial.
(Baca juga: Penetrasi Awal Jokowi Membidik Pemilih Muslim dan Milenial)
Untuk menaikkan elektabilitas di Jawa, 63,7% disumbang oleh televisi, 8,4% dialog tatap muka, 4,8% spanduk, dan 2,8% dari berita serta informasi di media sosial. Di Sumatera, 25,9% masyarakat menilai elektabilitas paling efektif ditingkatkan melalui televisi, 23,5% dialog tatap muka, 19,3% spanduk, 5,7% dari berita di koran, dan 3,6% dari media sosial.
Kajian Polmark ini didapatkan melalui hasil olahan 73 survei Polmark secara nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota dalam rentang waktu 15 Januari 2016-11 Juni 2018. Metode pengambilan sampel untuk masing-masing survei menggunakan multistage random sampling.
Jumlah responden untuk survei tingkat nasional sebesar 2.250 orang dengan tingkat kesalahan 2,1% dan 2.600 orang dengan tingkat kesalahan 1,9%. Survei tingkat provinsi memiliki 1.200 respnden dengan tingkat kesalahan sebesar 2,9%.
Ada pun, jumlah responden untuk tiap survei kabupaten sebesar 880 orang dengan tingkat kesalahan 3,4%. Untuk survei kota, jumlah responden sebanyak 440 orang dengan tingkat kesalahan sebesar 4,8%.