OJK Ramal Dinamika Pasar Keuangan Berlanjut
Otoritas Jasa Keuangan memproyeksikan, fluktuasi pasar keuangan tetap terjadi seiring ketidakpastian perekonomian global. Perkembangan suku bunga dan likuiditas global, gejolak pasar keuangan negara berkembang, serta tensi perang dagang diwaspadai OJK.
(Baca juga: Perang Dagang, RI Incar Pasar Produk Tekstil Tiongkok di AS)
Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan, dampak kondisi tersebut terhadap likuiditas pasar keuangan dan kinerja sektor jasa keuangan domestik terus menjadi fokus perhatian otoritas.
“OJK akan mengambil langkah-langkah kebijakan yang diperlukan untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan nasional serta memperkuat koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait,” katanya melalui siaran pers, Kamis (30/8).
Sejauh ini, OJK menilai bahwa stabilitas dan likuiditas relatif terjaga di tengah gejolak pasar keuangan emerging markets. Realisasi pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi per triwulan II/2018 dinilai terkendali. Aktivitas bisnis juga dianggap kondusif tercermin dari kinerja emiten yang sebagian besar mengukir perbaikan.
Namun, otoritas tak menampik adanya peningkatan tekanan di pasar keuangan emerging markets. Situasi ini terimbas sentimen terhadap tren penaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat dan krisis keuangan di Turki.
(Baca juga: Ekonom Peringatkan Risiko Perebutan Dana di Pasar Keuangan)
Kendati demikian, per 24 Agustus 2018 pasar modal domestik tampak relatif stabil. Indeks harga saham gabungan (IHSG) mengukir penguatan 0,5% secara month to date ditopang masuknya investor lokal.
Sampai dengan Juli tahun ini penghimpunan dana oleh korporasi mencapai Rp 108 triliun, dengan tambahan emiten baru sebanyak 35 perusahaan. Total dana kelolaan investasi menyentuh Rp 727,6 triliun, naik 4,63% dibandingkan dengan pengujung tahun lalu.
Anto menjelaskan pula, per Agustus ini imbal hasil (yield) tenor jangka pendek, menengah, dan panjang di surat berharga negara (SBN) naik masing-masing 128 basis poin (bps), 162 bps, dan 122 bps. Investor nonresiden mencatat net sell di saham senilai Rp 2,5 triliun sedangkan net buy di SBN Rp 2,8 triliun.
(Baca juga: Pilpres 2019, Pasar Modal Kebal terhadap Dinamika Politik)
Intermediasi perbankan per Juli tahun ini juga bergerak positif. Kredit maupun pembiayaan masing-masing tumbuh sebesar 11,34% secara year on year (yoy) dan 5,53% (yoy). Per Juni kredit tumbuh 10,75% (yoy), sedangkan pembiayaan 5,18% (yoy).
Penghimpunan dana sampai dengan bulan ketujuhpun diklaim subur dengan pertumbuhan 6,89% (yoy), sebetulnya angka ini melambat dari Juni yang mencapai 6,99% (yoy). Adapun, premi asuransi jiwa dan asuransi umum/reasuransi mencatat pertumbuhan 23,6% (yoy) dan 14,8% (yoy).
(Baca juga: Bank Ramai-ramai Mulai Menaikkan Bunga Kredit dan Deposito)
Secara umum, profil risiko lembaga jasa keuangan dianggap terjaga pada level manageable, baik risiko kredit, pasar, maupun likuiditas. Per Juli, rasio kredit bermasalah (nonperforming loan / NPL) gross perbankan 2,73%, sedangkan nonperforming financing (NPF) perusahaan pembiayaan 3,18%.
"Untuk permodalan, lembaga jasa keuangan tercatat ada di level yang cukup tinggi," tutur Anto.
Penilaian tersebut merujuk kepada rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio / CAR) perbankan sebesar 22,76% per Juli tahun ini. Adapun, risk-based capital industri asuransi umum maupun jiwa tercatat 311% dan 457% untuk periode yang sama.