KKP: 1.636 Kapal Langgar Wilayah Tangkap Ikan
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan tingkat kepatuhan para pelaku usaha perikanan tangkap masih rendah. Berdasarkan temuan KKP sepanjang September 2017 hingga Agustus 2018, terdapat sekitar 1.636 kapal melanggar izin wilayah pengelolaan perikanan (WPP).
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar menyebutkan untuk jenis pelanggaran tersebut akan segera ditindaklanjuti pemerintah. “Sebagian sudah kami tegur,” kata Zulficar di Jakarta, Rabu (5/9).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2009 tentang WPP di Indonesia, lokasi penangkapan ikan dibagi menjadi 11 lokasi besar. Namun, batasan wilayah itu masih sering dilanggar oleh pelaku usaha dan nelayan.
Selain itu, menurutnya saat ini masih banyak pemilik kapal di atas 15 Gross Tonnage (GT) yang masuk ke wilayah pesisir pantai yang seharusnya merupakan wilayah operasi nelayan berkapal kecil. Padahal, kapal besar punya daya jangkau yang lebih luas. “Prinsip berkeadilan untuk semua harus kita tegakkan,” ujarnya.
(Baca : KKP Sebut Produksi Perikanan Cukup untuk Penuhi Kenaikan Konsumsi 11%)
Oleh karena itu, berdasarkan visi KKP untuk kedaulatan, keberlanjutan, dan kesejahteraan perikanan dan tangkap, kebijakan memberangus Illegal, Unregulated, Unreported Fishing (IUUF) harus terus dilakukan. Caranya bisa dengan mengoptimalisasi penggunaan Vessel Monitoring System (VMS) secara digital sehingga informasi rute kapal bisa terlacak.
Selain itu, pelaku usaha dan nelayan nasional juga diharapkan mentaati aturan, termasuk penggunaan alat tangkap ramah lingkungan. Terlebih, Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 menyebut izin penangkapan ikan untuk kapal asing sudah ditutup.
(Baca : Menteri Susi: Efisiensi Logistik Dorong Kenaikan Ekspor Produk Ikan)
Karenanya, hasil penutupan tersebut diharapkan bisa lebih berdampak terhadap potensi penangkapan sumber daya ikan oleh nelayan. Sebab, menurut kajian Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumber Daya Ikan, potensi ikan laut melonjak drastis menjadi 12,5 juta ton per tahun.
”Momentum luar biasa ini harus kita jaga bersama, yang antara lain diwujudkan dengan kepatuhan para pelaku usaha terhadap aturan-aturan yang dipersyaratkan dalam perizinan,” katanya.