Krakatau Steel Keluhkan Pemalsuan Produk Impor asal Tiongkok
Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) Silmy Karim mengeluhkan tiga persoalan yang dihadapi industri baja saat ini. Keluhan tersebut disampaikan Silmy saat rapat dengan Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto di Kemenperin, Jakarta, Rabu (19/9).
Silmy mengatakan, salah satu persoalan yang saat ini dihadapi industri baja karena adanya permainan yang dilakukan para pengimpor baja karbon (carbon steel) dari Tiongkok dengan memanipulasi kode komoditas (Harmonized System/HS Code). Baja karbon tersebut diimpor menggunakan HS code untuk baja paduan (alloy steel).
Menurut Silmy, importir menggunakan HS code baja paduan untuk baja karbon agar tidak dikenakan bea masuk. Sementara, mereka mendapatkan insentif dari negara asalnya ketika mengimpor baja karbon.
(Baca juga: Impor Besi Baja Melonjak Tajam, Pemerintah Ubah Aturan Pemeriksaan)
Alhasil, harga baja impor tersebut lebih murah dibandingkan produksi dalam negeri. "Sehingga hal ini cukup mengganggu pasar baja di indonesia, khususnya industrinya," kata Silmy.
Silmy pun mempersoalkan aturan pemeriksaan barang di luar kawasan kepabeanan atau post border yang saat ini diterapkan pemerintah Indonesia. Menurutnya, sistem post-border tidak optimal sehingga baja karbon yang menggunakan HS code baja paduan dapat dengan mudah masuk ke Indonesia.
Kondisi ini dapat membahayakan industri baja dalam negeri. Selain itu, pendapatan negara dari penerimaan bea masuk atas komoditas tersebut menjadi berkurang.
Hal lain yang dipersoalkan terkait dengan penggunaan teknologi induction furnace oleh pabrikan baja. Menurut Silmy, besi beton yang menggunakan teknologi tersebut menghasilkan produk yang berkualitas buruk.
Di antaranya, besi beton yang diproduksi mudah keropos, yang selanjutnya dapat merugikan masyarakat karena bangunan yang menggunakan besi beton rawan roboh.
"Kita tahu misalnya kayak gempa, itu kalau sistem produksinya menggunakan induction furnace itu sangat merugikan Indonesia, juga masalah keselamatan," kata Silmy.
Atas dasar itu, dia meminta kepada Airlangga untuk bisa menegakkan aturan atas penggunaan teknologi induction furnace di pabrikan baja. Kemenperin, lanjutnya, harus bisa memperketat pengawasan supaya teknologi itu tidak digunakan kembali.
Menurut Silmy, Airlangga merespon keluhannya dengan positif. Airlangga akan mengetatkan aturan Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga baja beton tak lagi dibuat menggunakan teknologi induction furnace.
Airlangga pun menjanjikan izin untuk impor baja paduan akan dialihkan kepada Kemenperin. Dengan demikian, pihaknya dapat mencurigai jika ada importir yang memanipulasi HS code.
Airlangga juga akan berkoordinasi dengan kementerian terkait lainnya untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut. "Sebagai regulator, memastikan bahwa hal-hal itu tidak dimanfaatkan oleh pelaku yang tidak bertanggung jawab," kata Silmy.