BI Kerek Bunga Acuan Jadi 5,75%, Otot Rupiah Menguat
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mengerek bunga acuan BI 7-Day Repo Rate sebesar 25 basis poin ke level 5,75%. Besaran kenaikan tersebut setara dengan bunga acuan Amerika Serikat (AS), Fed Fund Rate. Kenaikan tersebut memberikan otot kepada nilai tukar rupiah.
Pada perdagangan di pasar spot, nilai tukar rupiah sempat menguat ke kisaran 14.880-an per dolar AS menjelang dan saat pengumuman BI 7-Day Repo Rate, sebelum kemudian kembali ke kisaran 14.900-an. Saat berita ini ditulis, rupiah berada di level 14.914, melemah tipis 0,02% dibandingkan penutupan hari sebelumnya, namun lebih kuat dibandingkan posisi tertinggi sepanjang perdagangan hari ini yaitu 14.927.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan keputusan menaikkan BI 7-Day Repo Rate tersebut konsisten dengan upaya untuk menurunkan defisit transaksi berjalan dan menjaga daya tarik pasar keuangan domestik. “Sehingga bisa memperkuat ketahanan eksternal Indonesia di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi,” kata dia dalam Konferensi Pers di Gedung BI, Kamis (17/9).
(Baca juga: Bank Dunia Prediksi Defisit Transaksi Berjalan Hingga Akhir Tahun 2,4%)
Ia menjelaskan, ke depan, sikap kebijakan BI masih sama yaitu ahead the curve, alias antisipatif terhadap kebijakan moneter di negara maju. Adapun sikap kebijakan tersebut, ditambah kebijakan fiskal yang hati-hati, serta langkah-langkah konkret pemerintah dalam mengendalikan defisit transaksi berjalan, dinilainya jadi faktor yang meningkatkan kepercayaan investor asing terhadap Indonesia.
Kini, menurut dia, Indonesia masuk dalam deretan negara berkembang yang “dikecualikan” lantaran jadi tujuan penempatan dana oleh investor asing. “Kelihatan dalam beberapa minggu terakhir aliran modal ke emerging market berlangsung termasuk ke indonesia. Hal itu terlihat misalnya dari tingginya minat asing dalam lelang SBN (Surat Berharga Negara),” kata dia.
(Baca juga: Aksi Jual di Pasar Modal Negara Berkembang Mereda)
Adapun tujuan utama langkah kebijakan moneter BI ini adalah stabilitas perekonomian, terutama stabilitas kurs rupiah. Selain lewat instrumen bunga acuan, BI menyatakan komitmennya untuk melakukan intervensi di pasar setiap kali dibutuhkan guna menjaga stabilitas kurs rupiah. “Yang dijaga bukan nilainya, tapi volatilitasnya,” ujar Perry.
Untuk memperkuat upaya stabilisasi kurs rupiah, BI juga akan melakukan pengembangan pasar transaksi jual beli valas berjangka Non-Deliverable Forward (NDF) di dalam negeri atau yang diberi nama Domestic NDF (DNDF). Instrumen ini akan menjadi alternatif lindung nilai (hedging) di dalam negeri.
Sejalan dengan kenaikan BI 7-Day Repo Rate, BI juga menaikkan bunga fasilitas simpanan (deposit facility) dan pinjaman (lending facility) sebesar 25 basis poin menjadi masing-masing 5% dan 6,5%.