Freeport dan Inalum Teken Perjanjian Jual Beli Saham Hari Ini
PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dan Freeport-Mc Moran Inc bersama PT Rio Tinto Indonesia akan menandatangani perjanjian jual beli saham PT Freeport Indonesia (Sales and Purchase Agreement). Ini merupakan tindak lanjut dari penandantanganan pokok perjanjian jual beli saham divestasi perusahaan asal Amerika Serikat tersebut.
Dalam undangan yang beredar, penandatanganan itu berlangsung Kamis, 27 September 2018 di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Surat undangan itu ditandatangani Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial dengan tembusan Menteri ESDM dan Wakil Menteri ESDM.
“Agenda menyaksikan penandatanganan Sales and Purchase Agreement antara PT Indonesia Asahan Aluminium dan Freeport-Mc Moran Inc bersama PT Rio Tinto Indonesia, beserta perjanjian lainnya,” dikutip dari undangan tersebut, Kamis (27/9).
Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Fajar Harry Sampurno mengatakan dalam pekan ini memang ada penandatangan perjanjian mengenai divestasi PT Freeport Indonesia. “Kan janjinya Menteri Keuangan kan akhir September,” ujar dia, Rabu (26/9).
Setidaknya ada lima perjanjian yang akan diteken. Namun, Fajar belum mau merinci isi perjanjian tersebut.
Yang jelas ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan pokok-pokok (Head of Agreement/HoA) yang diteken 12 Juli 2018. “Pernah beli rumah tidak? kan ada Perjanjian Pengikatan Jual Beli, lalu Akta Jual Beli, baru bayar. Sekarang ini AJB,” ujar dia.
Pada 12 Juli 2018 lalu, Inalum, Freeport McMoran dan Rio Tinto meneken HoA. Isinya, Inalum akan mengeluarkan dana sebesar US$3,85 miliar untuk membeli hak partisipasi Rio Tinto di PTFI dan 100% saham FCX di PT Indocopper lnvestama, yang memiliki 9,36% saham di PTFL. Para pihak akan menyelesaikan perjanjian jual beli ini sebelum akhir tahun 2018.
(Baca: Inalum dan Freeport Teken Kesepakatan Divestasi 51% Saham)
Menurut Fajar, saat ini semua permasalah seperti lingkungan pun sudah selesai. “Sudah selesai,” ujar dia.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya potensi kerugian negara sebesar Rp 185 triliun akibat pelanggaran lingkungan yang dilakukan PT Freeport Indonesia. Ini merupakan hasil audit tahun anggaran 2013 hingga 2015