Ini Proyek Baru Penopang Lifting Gas Bumi Indonesia di Masa Depan

Anggita Rezki Amelia
1 Oktober 2018, 18:41
Pengeboran minyak lepas pantai.
KATADATA
Pengeboran minyak lepas pantai.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan sejumlah proyek minyak dan gas bumi (migas) baru bisa beroperasi dalam 10 tahun ke depan. Ini untuk mendukung target produksi siap jual (lifting) gas hingga 2027.

Berdasarkan buku Neraca Gas Bumi Indonesia periode 2018 hingga 2027, lifting gas Indonesia bisa mencapai 8.048 MMscfd. Ini meningkat dari target tahun 2018 sebesar 7.452 MMscfd. Sementara puncak lifting akan terjadi tahun 2022 sebesar 8.661 MMscd.

Jadi, target lifting gas bumi tahun 2027 bisa tercapai dengan dukungan sejumlah proyek gas bumi. Proyek tersebut terbagi menjadi tujuh tahap sesuai dengan tahun produksi.

Pertama, beroperasinya Lapangan Alur Siwah, Rambong, dan Lapangan Julu Rayeu (Medco Blok A) pada tahun 2018. Proyek Blok A ini bisa mencapai produksi puncak sebesar 67,4 mmscfd.

Kedua, beroperasinya Lapangan MDA & MBH, serta MDK (HCML) dengan total produksi puncak 120 MMscfd, Jambaran Tiung Biru, Lapangan Badik, dan West Badik (PHE Nunukan) pada tahun 2019. Jambaran Tiung Biru bisa memproduksi paling tinggi 330 MMscfd.

Ketiga, Proyek BP Berau Expansion (LNG Train 3) berproduksi pada tahun 2020. Produksi puncaknya 709 MMscfd.

Keeempat, Lapangan Merakes (Eni Sepinggan) dan ASAP Kido Merah (Genting Oil) pada 2021. Produksi puncak Lapangan Merakes mencapai 391 MMscfd. Sedangkan ASAP Kido 170 MMscfd.

Kelima, Lapangan Gendalo, Gandang, dan Gehem (IDD Project) yang beroperasi pada tahun 2022. Keenam, beroperasinya Lapangan Abadi (Inpex Masela) pada tahun 2027 dengan puncaknya 1.200 MMscfd.

Terakhir, beroperasinya Blok East Natuna di tahun 2027. “Itu rencana,” kata Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar di Jakarta, Senin (1/10).

Blok East Natuna sebenarnya memiliki potensi yang besar. Bahkan menurut buku neraca gas bumi 2018-2027 cadangan gasnya mencapai 46 tcf, atau lebih besar milik Lapangan Abadi, Blok Masela yang 10,7 tcf. Namun, cadangan East Natuna itu belum menghitung kandungan karbondioksida (CO2) yang bisa mencapai 72%.

(Baca: Blok East Natuna Akan Berproduksi 2027)

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto tidak membantah mengenai kandungan CO2 tersebut. Saat ini, timnya sedang mencari solusi mengenai kandungan karbondioksida tersebut. Ini karena kandungan karbondioksida bisa merusak pipa.

Sejak tanggal 1 sampai 3 Oktober 2018 akan berlangsung diskusi mengenai teknologi untuk memisahkan CO2 tersebut oleh Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI). "Lagi dibahas oleh para pakar di Padang," kata Djoko.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...