Arah Harga BBM di Tengah Anggaran Subsidi Energi 2019 yang Naik Tipis

Rizky Alika
16 Oktober 2018, 19:37
BBM solar AK
Arief Kamaludin|KATADATA
Petugas pengisian bahan bakar melayani pembeli di sebuah SPBU di Jakarta.

Pemerintah mengajukan anggaran untuk subsidi energi tahun depan sebesar Rp 164,1 triliun. Jumlah tersebut tak banyak meningkat dibandingkan perkiraan realisasi tahun ini yang sebesar Rp 163,4 triliun. Padahal, ada risiko berlanjutnya tren kenaikan harga minyak dunia dan pelemahan nilai tukar rupiah. Hal ini menjadi indikasi terbukanya peluang kenaikan harga energi tahun depan.

Tahun ini, pemerintah memperkirakan anggaran buat subsidi energi mencapai Rp 163,4 triliun, melonjak 173% dari target awal yang sebesar Rp 94,5 triliun. Hitungan tersebut lantaran memperkirakan rata-rata harga minyak mentah Indonesia mencapai US$ 70 per barel, lebih tinggi dari asumsi awal US$ 45 per barel. Selain itu, nilai tukar rupiah Rp 13.973 per dolar AS, atau di atas asumsi awal Rp 13.400 per dolar AS.

Untuk tahun depan, pemerintah mengajukan anggaran subsidi energi yang tak banyak meningkat yaitu Rp 164,1 triliun. Meskipun, asumsi nilai tukar rupiah yang digunakan jauh lebih lemah yaitu Rp 15.000 per dolar AS, sedangkan asumsi rata-rata harga minyak mentah Indonesia tetap yaitu US$ 70 per barel.

Mengacu pada besaran anggaran subsidi energi tersebut, opsi kenaikan harga energi tampaknya akan kembali mengemuka di tahun depan. Terutama, bila harga minyak mentah dunia – yang menjadi komponen perhitungan harga minyak Indonesia – lebih tinggi dibandingkan tahun ini, seperti diprediksi sejumlah ekonom. Saat ini, harga minyak Brent berada di kisaran US$ 80 per barel.

Sebelumnya, tim ekonom DBS sempat menganalisis, bila rata-rata harga minyak mencapai US$ 100 per barel di tahun depan, nilai tukar rupiah bisa mencapai Rp 16.500 per dolar AS. Jika ini terjadi, ia pun memprediksi pemerintah Indonesia bakal menyesuaikan harga BBM secara gradual setelah Pemilihan Umum Presiden (Pilpres). (Baca juga: Bila Harga Minyak US$ 100, Kurs Rupiah Berisiko Tembus 16 Ribu)

Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira juga melihat kemungkinan kenaikan harga BBM bersubsidi setelah Pilpres. Penyebabnya sama, yaitu adanya risiko harga minyak dunia terus melonjak sementara nilai tukar rupiah kian melemah.

Sementara itu, kebijakan mandatori pencampuran minyak sawit mentah ke dalam solar atau Biodiesel 20 (B20) juga belum berefek signifikan untuk meredam dampak dari lonjakan harga minyak dunia. "Karena switching ke B20 butuh waktu dan tahun depan kelihatannya juga belum optimal," ujar dia kepada Katadata.co.id, Senin (15/10).

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual juga berpendapat tekanan untuk menaikkan harga BBM membesar. Apalagi, permintaan minyak di dalam negeri sulit untuk dikurangi karena transportasi masih mengandalkan satu jenis energi. Sedangkan, pemerintah belum memikirkan alternatif energi lainnya untuk transportasi.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...