Geliat Teknologi Digital di Bisnis Peternakan

Michael Reily
16 Oktober 2018, 20:08
KEJAR TARGET SWASEMBADA DAGING
ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Peternak menjual sapi potong miliknya di pasar hewan, Ngawi, Jawa Timur, Minggu (12/3).

Industri 4.0 yang mengusung efektivitas dan efisiensi mulai menjalar sektor peternakan. Para wirausaha muda berlomba untuk mengamplikasikan teknologi ke bisnis peternakan sebagai salah solusi mengatasi kendala usaha. Tiga perusahaan rintisan bidang peternakan yang hadir dan mencuri perhatian dengan inovasi teknologi itu adalah Ternaknesia, Karapan, dan SmarTernak.

Chief Executive Officer Ternaknesia (CEO) Dalu Nuzlul Kirom menyatakan inovasi yang dimunculkan usahanya menjadi jawaban pertanyaan dan permasalahan yang kerap muncul dalam bisnis peternakan. "Teknologi adalah kunci utamanya," kata Dalu di Jakarta, Selasa (16/10).

Advertisement

Ternaknesia adalah platform digital untuk peternak dan investor peternakan yang menghubungkan akses permodalan, pemasaran, serta manajemen peternak. Dalu mengungkapkan bisnisnya bermula dari keinginan untuk jual hewan kurban pada saat Idul Adha yang kemudian berkembang lebih besar menjadi sebuah rantai suplai.

Dalu menuturkan, Ternaknesia awalnya dimulai dengan skema peer-to-peer lending yang memungkinkan masyarakat luas menjadi investor peternakan. Sejak resmi berjalan pada tahun lalu, dia mengaku sudah lebih 600 orang investor telah menyuntik pendanaan sebesar Rp 6,5 miliar kepada 10 peternak yang mencakup ribuan hewan ternak seperti sapi, kambing, serta domba di Jawa Timur. Meski jumlah peternak masih relatif kecil, dia mengaku sudah banyak peternak antre untuk ikut serta dalam Ternaknesia.

Seiring berjalannya waktu, Ternaknesia mulai berkembang ke arah sistem pemasaran. Tujuannya,  supaya para peternak dan investor bisa melakukan penjualan dengan cepat sesuai permintaan dalam aplikasi. Di samping itu, pengguna Ternaknesia juga bisa menggakses sistem laporan online yang dapat berfungsi sebagai laporan pertanggungjawaban pendanaan.

"Peternak jadi lebih profesional karena kalau laporannya manual masih banyak celah meski pengawasannya ketat," ujar Dalu.

(Baca: Dua Syarat untuk Atasi Kemiskinan dengan Teknologi)

Untuk menghasilkan kerja sama saling menguntungkan, Ternaknesia menggunakan skema bagi hasil dengan jangka waktu enam bulan hingga satu tahun.  Investor bisa mendapatkan keuntungan yang bervariasi antara 12% hingga 20%.

Sistem perkembangan terakhir yang tengah dikerjakan tim nantinya juga akan memungkinkan perbankan dan nonperbankan ikut serta menyalurkan pendanaan kepada peternak. Tak hanya itu, Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan dapat jadi salah satu sumber investasi dengan pendampingan Ternaknesia.

Menurut Dalu, dengan beragam layanan yangg dimiliki, dia beraharap bisnisnya bisa menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan di sektor  peternakan. Dia pun menargetkan bisa menjaring generasi muda sebagai pengguna Ternaknesia karena dianggap lebih cepat menyerap ide dan memiliki keterbukaan terhadap perubahan. Sehingga, bisnis ternak berbasis digital diharapkan bisa terus berekspansi mengikuti kebutuhan masyarakat.

Inovasi di bidang peternakan juga diusung SmarTernak. Co-Founder SmarTernak Andri Yadi mengatakan pihaknya memanfaatkan teknologi untuk membaca pergerakan hewan ternak, terutama sapi. Pengamatan perilaku hewan ternak juga dinilai dapat memudahkan peternak karena fitur yang ditawarkan bukan hanya data aktivitas sapi, tetapi juga kondisi kesehatan sapi seperti berat, suhu tubuh, temperatur, dan pengukuran lainnya  berbasis Internet of Things (IoT).

(Baca juga: Perusahaan E-Commerce Masih Pelit Data ke BPS)

Pada alat pemantau yang dikalungkan ke leher sapi juga dapat berfungsi memberikan peringatan kepada pengguna jika ada pihak lain yang mencoba memanipulasi hewan. Selain menjual pelayanan, SmarTernak juga menyewakan hewan ternak dengan harga US$ 11 per sapi per bulan dengan minimum penyewaan 100 sapi dan jangka waktu minimal 2 tahun.

Pembatasan minimal berdasarkan perhitungan manfaat pendataan, tak hanya tentang bisnis. Alasannya, perhitungan 10 alat tidak akan menunjukkan peningkatan produktivitas atau potensi kerugian jika dibandingkan 100 sapi ternak.

Halaman:
Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement