Path, Google+ hingga Friendster Tumbang, Tak Ada Yang Saingi Facebook
Path hanya berumur sewindu, meski pernah berjaya di tahun-tahun awalnya. Sebelum Path, Google+ hingga Friendter pun tumbang. Sejauh ini, tak ada media sosial yang menyaingi Facebook dengan jumlah pengguna mencapai 2,17 miliar.
Sebelum resmi ditutup pada Kamis (18/10) kemarin, Path mengucap salam perpisahan sebulan lalu. "Sekarang tak terhindarkan untuk mengakhiri layanan ini, sehingga kami (bisa) memprioritaskan pekerjaan untuk melayani Anda dengan produk dan layanan yang lebih baik," tulis Path dalam blognya, 17 September 2018 lalu.
Alhasil, beberapa penggunanya kembali mengunduh aplikasi media sosial berwarna merah tersebut untuk menyalin data dan mengenang segala aktivitas yang pernah mereka bagikan. Selain Path, bebeberapa media sosial yang sudah tutup juga memberi kenangan tersendiri bagi para penggunanya.
Pertama, Friendster yang resmi tutup pada 2009. Media sosial yang identik dengan warna biru itu didirikan pada 2002 oleh programer asal Kanada Jonathan Abrams.
Friendster menjadi media sosial pertama yang mencapai 1 juta pengguna. Bahkan sempat menggaet 115 juta di Asia.
Hanya, Friendster kalah saing dengan kehadiran Facebook dua tahun setelahnya. Lalu, perusahaan internet terbesar di Asia, MOL Global membeli Friendster dan mengubahnya menjadi situs gim. Namun, itu pun tak bertahan lama sehingga Friendster benar-benar tutup pada 2015.
(Baca juga: Dikabarkan Berselisih, Pendiri Instagram Mundur dari Facebook)
Kedua, Multiply yang resmi tutup pada Desember 2012. Peter Pezaris, Michael Gersh, dan David Hersh mendirikan media sosial ini di Florida, Amerika Serikat (AS) pada 2004. Pengguna bisa membagikan tulisan atau blog, foto, dan video lewat aplikasi ini. Bahkan, Multiply membuka kantor di Jakarta, Indonesia dan Filipina untuk memperluas pasar pada 2012.
Kalah saing dengan media sosial lainnya, Multiply menutup layanan jejaring sosial pada Desember 2012. Kemudian, Multiply fokus menggarap bisnis e-commerce di Asia Tenggara sejak Mei 2013.
Ketiga, pionir aplikasi pesan instan Yahoo Messenger juga undur diri dari dunia maya pada 17 Juli 2018. Aplikasi yang disingkat YM ini lahir pada 1998 dengan nama Yahoo Pager. Setahun kemudian, namanya diganti menjadi Yahoo Messenger. Produk Yahoo yang satu ini pun sempat populer hingga memiliki ratusan juta pengguna.
Mengutip dari Tech Crunch, dominasi aplikasi pesan instan milik Facebook bersaudara, yakni WhatsApp dan Messenger serta aplikasi lain seperti WeChat atau Snapchat diduga menjadi penyebab Yahoo Messenger kalah saing.
"Karena lansekap komunikasi terus menerus berubah, kami fokus pada pembangunan dan pengenalan alat komunikasi baru yang menyenangkan dan lebih cocok bagi kebutuhan pengguna," tulis Yahoo.
Keempat, Google+ yang tutup pada awal Oktober 2018. Keputusan ini diambil karena adanya kebocoran data 500 ribu data pribadi pengguna yang ditemukan Maret 2018. Selain itu, Goole melihat minat pengguna minim sehingga jejaring sosial yang dibuat pada Juli 2011 tersebut resmi ditutup.
“Kami akan menonaktifkan Google+ untuk konsumen,” demikian tertulis pada blog resmi Google, Selasa (9/10) lalu.
(Baca: Pedagang Indonesia Paling Banyak Manfaakan Instagram dan Facebook)
Sementara, beberapa aplikasi jejaring pertemanan di Grup Facebook tetap berjaya. Berdasarkan laporan digital tahunan yang dikeluarkan oleh We Are Social dan Hootsuite, pertumbuhan sosial media tahun ini mencapai 13%. Pengguna aktif Facebook pun tercatat menguasai dua pertiga pasar dengan jumlah pengguna lebih dari 2,17 miliar atau naik hampir 15% dibanding 2017.
Popularitas Facebook tak goyah meski diterpa berbagai masalah. Baru-baru ini, mereka mengakui data akses masuk 29 juta penggunanya bocor, meski tak sempat disalahgunakan. Sebelumnya, perusahaan konsultan politik Cambridge Analytica juga memanfaatkan data pengguna Facebook untuk kampanye pemenangan Donald Trump.
Sementara pengguna aktif bulanan (monthly active user/MAU) Instagram ‘baru’ mencapai 1 miliar per Juni 2018. Menurut estimasi eMarketer, Instagram bisa meraup pendapatan hingga US$ 5,48 miliar atau sekitar Rp 77,2 triliun sepanjang 2018.
Jika benar, angka itu naik 70% ketimbang 2017. Mengutip dari Tech Crunch, kontribusi Instagram mencapai 28,2% terhadap seluruh pendapatan Facebook. Sementara pesaingnya yakni Twitter hanya memiliki sekitar 330 juta pengguna.