BPS: Surplus Beras 2,85 Juta Ton Hanya Cukup Buat Konsumsi Sebulan
Berdasarkan perhitungan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), surplus beras tahun ini hanya mencapai 2,85 juta ton. Kepala BPS Suhariyanto menyebut surplus tersebut kurang lebih setara dengan konsumsi beras masyarakat selama sebulan.
“Konsumsi 2,5 juta (ton) sebulan. Kalau hitung-hitungan kasar saja, surplus itu hanya cukup untuk satu bulan,” kata dia di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik di Jakarta, Kamis (25/10). (Baca: Menko Darmin: Data Beras BPS Hilangkan Perdebatan Soal Impor)
Ia menambahkan, surplus beras tersebut tersebar di berbagai pihak seperti rumah tangga petani, rumah tangga konsumen, Bulog, pedagang, penggilingan, hingga hotel dan restoran. Adapun sekitar 44% surplus beras berada di rumah tangga petani. Ini artinya, dengan memperhitungkan jumlah petani yang sebanyak 14,1 juta jiwa, maka rata-rata petani menyimpan 7,5 kilogram per rumah tangga per bulan.
Atas dasar itu, ia menekankan pentingnya pengelolaan surplus dan cadangan beras. “Tapi saya pikir tahun ini amanlah, cadangan di Bulog bagus, berbeda dengan tahun lalu yang di bawah 1 juta ton,” kata dia.
BPS baru saja merilis data produksi beras. Data itu disebut lebih akurat dibandingkan data produksi beras sebelumnya, termasuk data Kementerian Pertanian (Kementan). Sebab, pendataan dilakukan dengan mekanisme yang lebih komprehensif. Data tersebut diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menetapkan kebijakan beras yang lebih baik.
Berdasarkan perhitungan BPS, potensi luas panen tahun 2018 mencapai 10,9 juta hektar dengan produksi 56,54 juta ton gabah kering giling atau setara 32,42 juta ton beras. Sementara itu, angka konsumsi sebesar 29,5 juta ton dengan angka konsumsi per kapita 111,58 kilogram dalam setahun. Alhasil, surplus beras Indonesia tahun 2018 hanya mencapai 2,8 juta ton.
(Baca juga: Data Produksi Beras Tak Akurat Sejak 1997, Jokowi Kini Andalkan BPS)
Data surplus tersebut jauh lebih kecil jauh dari data Kementan. Kementan memperkirakan produksi beras tahun ini mencapai 80 juta ton atau 46,5 juta ton setara beras dan perkiraan total konsumsi beras nasional hanya 33,47 juta ton. Dengan begitu, terdapat surplus beras sebesar 13,03 juta ton.
Suhariyanto mengatakan, BPS, pengamat, hingga ekonom sudah menduga data produksi beras yang ada selama ini tidak akurat. Data diduga over estimate lantaran produksi beras surplus, namun harga beras masih tinggi dan impor masih dilakukan. "Jadi kalau kami gandeng-gandengkan ada yang tidak konsisten, enggak koheren. Tidak membentuk sebuah cerita yang utuh," ujarnya.
Menurut dia, dengan data yang salah, kebijakan pemerintah tidak bisa bergantung pada data produksi beras, tapi juga data pergerakan harga dan data stok gudang Bulog.
Adapun kesalahan data beras dinilainya sebagai kesalahan seluruh pihak, termasuk BPS. "BPS juga ikut berkontribusi salah, tidak cepat mengubah metodologinya. Kami ketemu metodologi ini dengan catatan bahwa metodologinya harus objektif. Kemudian dengan teknologi terkini, hasilnya bisa cepat dan transparan," ujarnya.